Selasa, 02 Juni 2015

Perindu Gunung

Izinkan saya merangkum sebuah kisah, dalam mengenang perjalanan kecil kami, perindu gunung…
Momentum 17 Agustus 2014, memang saat yang tepat menemuimu kembali. Berada di puncak, mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Berdo’a,  mengenang perjuangan jasa Para Pahlawan dalam membebaskan negeri ini, menyelami makna kemerdekaan selama 69 tahun yang telah kami nikmati, menaklukan keangkuhan diri, belajar dan mengambil hikmah dari kehidupan alam, serta melepas rindu menemuimu. Pada akhirnya pilihan kami jatuh pada Gunung Guntur 2.249 Mdpl.
Guntur, salah satu gunung dengan kekhasannya, yang juga menawarkan keindahan pesona alam. Ia menjadi bagian, salah satu pasak di bumi Garut, ditemani oleh dua sahabatnya, Cikuray dan Papandayan.
 Guntur terletak dikabupaten Garut, Jawa Barat. Kampung Dukuh, desa Pananjung, kecamatan  Tarogong Kaler. Ada dua sumber mata air yang mengaliri Gunung Guntur, Cipanas (sumber mata air panas) dan Citiis (sumber mata air dingin).
Berempat kami memulai perjalanan ini, semuanya wanita. Minim dalam pengalaman tapi sangat rindu pendakian.

Senin, 11 Agustus 2014
Sebenarnya bukan karena nekat, pada dasarnya rencana ini sudah terumus sejak bulan Mei. Awalnya, banyak yang antusias namun yang tetap bertahan, hanya kami berempat. Perlu persiapan matang untuk menuju ke Guntur. Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, di sana minim sumber air, cuacanya panas, tandus, dominasi savanna, Trek ekstrim bebatuan juga pasir hitam, dan banyaknya pencurian atau garong yang dilakukan oleh segelir orang-orang tak bertanggung jawab yang mencari keuntungan dalam keterbatasan para pendaki. Trip pendakian pun bolak-balik kami pertimbangkan, dari gunung yang akan di daki, perlengkapan logistik, guide dan transportasi. Kebimbangan menyergap kami, akan kah Guntur dapat kami temui? Atau mencari alternatif pendakian ke Gunung lain.

Rabu, 13 Agustus 2014
Sore ini, diskusi kecil di Masjid terfokus pada dua gunung yaitu Guntur dan Papandayan, tapi masih saja berputar-putar tentang kelebihan dan kekurangan, mengukur kesesuaian dengan kapasitas kami sebagai pemula.
Sambil mengumpulkan informasi pendakian dari berbagai akun, dan Alhamdulillah… akhirnya Allah SWT menunjukkan jalan, kami sepakat bergabung dengan kawan-kawan pendaki Jabodetabek, dengan Trip gunung Guntur, dan tentunya ini sesuai tujuan awal kami.
Saatnya perindu menyapa, dengan semangat lantang, “Guntuuuuuuuuurrrr…. Kami dataaaaaaang…!!!!”.

Jum’at, 15 Agustus 2014
Menuju G. Guntur
Sesuai Kesepakatan Pukul 10.00 WIB, kami tiba diterminal Kampung Rambutan, di sana sudah menunggu sekitar 15 orang,  saling berkenalan satu persatu dengan teman-teman baru, komunitas baru. Pukul 10.59 WIB, Bis jurusan Kampung Rambutan-Garut melaju, mengantarkan kami menemui pesona Guntur.
Sampai di SPBU Tanjung pukul 15.35 WIB, melaksanakan sholat, istirahat sejenak, membeli kebutuhan logistik yang kurang dan menunggu truk pasir sewaan yang akan mengantarkan kami ke penambangan pasir di kaki gunung Guntur.
Trek Menuju Kaki Guntur
Pukul 16.00 WIB, truk kami datang. Saatnya melewati perjalanan yang penuh sensasi, jalur yang ekstrim, terjal berliku. Berada di bak truk tentunya wajib  berpegangan ekstra kencang, kalau tak ingin terhembas jatuh. Tubuh tergoncang, terlempar kekanan-kekiri, kebelakang-kedepan, seru sekali.


Apalagi jalan yang kita lalui sangat sempit, kadang menanjak, menurun dan bertemu tikungan tajam berliku. Sopir truk tampaknya sudah sangat lihai menguasai medan ini, sesekali menaikan tekanan gas akibat ban yang ambles terjerembab masuk ke pasir atau tiba-tiba mundur kembali karena jalan hanya muat satu truk, legowo ati (berlapang dada) bergantian melewati jalan, agar truk tak beradu lintasan.
Truk Pasir Sewaan
Bersiap memulai pendakian
Pukul 16.50 WIB kami sampai di penambangan pasir di kaki gunung Guntur, dari kejauhan tampak air terjun Citiis menyembul indah, diiringi gemericik air. Terasa ada oase diantara tandusnya alam sekitar.
Setelah berdo’a, memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah SWT, kami memulai pendakian menuju Pos I, II dan  III (Pos Volunteer Camping), mengikuti jalur air Curug Citiis.
Alhamdulillah… Pos I telah terlewati, saat tiba di Pos II pukul 17.41 WIB, dan masih mengikuti aliran sungai. Sejenak kami beristirahat, mengumpulkan tenaga sambil mengisi botol-botol minuman yang kosong, kemudian melanjutkan kembali perjalanan.
 Ditengah perjalanan bersiap mengunakan head lamp karena hari mulai gelap dan kabut mulai pekat. Akhirnya pukul 18.38 WIB sampai juga di Pos III. Terlihat berdiri sebuah tenda yang didiami beberapa relawan peduli Guntur, tertera tulisan menyambut kedatangan kami, “Pos Volunteer Camping Wajib Lapor”, di pos tersebut kami dan semua pendaki yang akan menuju puncak, wajib melapor, mengisi buku registrasi dan di Pos III ini merupakan sumber air terakhir.
Makan Siang plus Malam
Himbauan lewat  bannerGunung Bukan Tempat Sampah”, ditempel pada sebuah batu besar, dan disediakan juga karung-karung plastik bagi pendaki, yang tidak membawa trush bag. Berfungsi untuk menyimpan sampah mereka, selama di puncak. Di Pos ini, sudah menunggu empat orang rekan kami, sehingga jumlah tim semakin bertambah menjadi 23 orang, 10 wanita dan 13 orang laki-laki. Kami memutuskan Camp di sini.
Pukul 20.00 WIB, cuaca kembali cerah, memang tak bisa diprediksi cuaca di Guntur. Bulan bintang telihat menerangi gunung, bahagia bisa menikmati tebaran kerlap-kerlip lampu dari kota Garut. Kami bergegas mendirikan Tenda dibantu bang Ilman, dilanjutkan bersih-bersih, makan bersama dan beristirahat. Menu makan malam, ternyata cukup istimewa untuk level alam rimba, nasi putih, ayam bakar, tempe oreg, sarden, telur dadar dan susu jahe hangat, (Alhamdulillah… bisa sumringah kembali).

Sabtu, 16 Agustus 2014
Dingin dan segarnya air Curug Citiis, tak mengendurkan semangat kami menunaikan sholat subuh berjama’ah.
G. Cikuray terlihat dari kaki Guntur, Pos III.
Pukul 05.30 WIB, munculnya mentari semakin memperjelas pesona Guntur di Pagi hari. Padang savanna bagaikan permadani yang luas, berwarna kuning keemasan terhampar di sepanjang lembah menuju puncak. Ilalang yang tumbuh subur, pinus, cemara dan cantigi berjajar sangat cantik. Anggrek hutan dengan kelopak putihnya yang menawan serta dari kejauhan tampak dua sahabat, yaitu Gunung Cikuray menjulang lancip, kokoh menembus awan, Papandayan pun tak luput mengikuti. Subhanallah, Walhamdulillah Wallailaha illah, Wallahu Akbar. Sungguh cantik Negeri ini.
Baru beberapa jam, pesona alam Guntur telah banyak bercerita, menjadikan cermin untuk saya dan teman-teman bermuhasabah. Mengutip  firman Allah SWT dalam surat Lukman ayat 10 dan surat Ar-Rahman ayat 5-13 yang artinya yaitu :
 “Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan Dia meletakkan gunung-gunung (dipermukaan) bumi agar ia (bumi) tidak menggoyangkan kamu, dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk bergerak yang bernyawa di bumi. Dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.” (Qs. Lukman : 10)
 “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan, dan tetumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk kepada-Nya. Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan itu, agar kamu jangan merusak  keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu. Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk-Nya. Di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”. (Qs.Ar-Rahman:5-13).
Allah SWT menganugerahkan Indonesia, alam yang kaya, subur dan indah. Namun penebangan pohon, penambangan pasir liar, penjarahan fauna dan flora langka yang di lindungi masih saja dilakukan. Bahkan sampah yang di tinggalkan pendaki di gunung atau hutan juga menambah panjang deretan masalah, penyebab semakin rusaknya alam. Bersyukur, disini masih ada sekumpulan manusia yang peduli kelestarian alam dialah Volunteer Gunung Guntur.
Pendaki bergerak menuju Puncak
Siang ini, tak banyak aktifitas yang kami lakukan di Camp, menikmati segarnya air Citiis, membantu menyiapkan santap siang, beribadah, dan berbincang-bincang sambil melihat pendaki yang tak henti-hentinya berlalu-lalang naik dan turun puncak Guntur, setelah mereka melapor kemudian mengisi air, lalu meneruskan perjalanan ke puncak.
Layaknya Hajatan besar, Guntur didatangi banyak pendaki hari ini, seolah mereka juga tak ingin ketinggalan melewati moment tujuh belasan di puncak. Semakin siang, cuaca semakin terik, panas membakar kulit. Salut untuk para pendaki yang memulai pendakian ke puncak, pada siang hari. Tentunya butuh perbekalan air banyak dan stamina prima untuk sampai kesana.
eksperimen bang fikar


Nikmatnya makan bersama
Terlihat Bang Ikar, sibuk menyiapkan menu spesial siang ini, Nasi putih, Capcay, Telur dadar, kerupuk dan cemilan Jamur goreng Crispy, cuci mulutnya buah pir, lagi-lagi saya tertegun sungguh istimewa menu pendakian kita kali ini, namun lambung rasanya tak mampu banyak menampung makanan, proses penyesuaian dan ‘panggilan alam’ sulit diabaikan. Hee…
Sorenya, Bang Ikar mencoba menu baru Pizza toppings Jantung Pisang, sepertinya kekayaan alam Guntur ingin dieksplornya, “silahkan dicoba tapi jangan di hina ya…”, ujarnya. Walau rasanya asin, tapi nyatanya habis, antara doyan sama lapar beda tipislah,hee…







Ahad, 17 Agustus 2014
Pukul 00.00 wib, tim memulai pendakian ke puncak. Seluruh barang bawaan kami tinggal di Pos III, hanya perlengkapan yang di butuhkan yang kami bawa. Jaket, sarung tangan, syal, head lamp, trekking pole, dan perbekalan kecil di dalam day pack. Udara terasa dingin dan kabut juga bertambah pekat, rasa kantuk dan lapar seolah terlupakan karena ketegangan untuk pendakian.
Setelah berdo’a bersama, kami memulai pendakian menuju Puncak I membawa Sang Merah Putih berkibar di Puncak tertinggi Guntur, Pemegang Panji Bang Apul, yang lainnya berjaga-jaga ditiap sisi barisan.
Trip menuju ke puncak sangat ekstrim, pandangan yang terbatas karena pekatnya kabut, konsentrasi harus selalu terjaga, waspada kalau-kalau ada reruntuhan bebatuan yang datang dari atas, belum lagi terjal dan tingkat kemiringan gunung mencapai 60 derajat, sehingga memperberat langkah.
Persiapan upacara
Agak licin di beberapa jalur, karena bebatuan bercampur kerikil dan pasir yang mudah rapuh bila diinjak, sering kali saya terjerembab dan kerikil itu masuk di sela sepatu. Pukul 03.15 WIB akhirnya sampai di pos bayangan. Terasa sekali gunung ini masih aktif, bisa dilihat dari asap yang keluar disela-sela bebatuan, tanah yang kami sentuhpun terasa panas, kontras sekali dengan udara dingin yang mengigit. Beberapa pendaki juga ada yang Camp disini, padahal cadangan air yang mereka miliki tidak banyak. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak, berkumpul di antara tenda pendaki.

Pukul 04.00 wib, mulai melanjutkan perjalanan menuju puncak I, trip sudah mulai datar dan landai. Vegetasi tanaman sudah jarang kami temui lagi, sesekali hanya ilalang, edelweis dan cantigi, kemungkinan kondisi permukaan tanah yang panas akibat aktifitas gunung yang masih aktif sehingga tanaman sedikit tumbuh disini. Pukul 04.50 WIB Alhamdulillah… kami sampai di puncak I, Gema Adzan Subuh melengkapi kebahagiaan kami, terharu bisa menginjakkan kaki disini. Tenda-tenda Pendaki juga sudah banyak berdiri. Setelah bertayamum, kami menunaikan sholat subuh berjama’ah di puncak I, nikmatnya sungguh luar biasa, kawan…

            Mendung berkabut, tak tampak sunrise. Pukul 05.30 WIB semua berkumpul, beberapa pendaki sudah mempersiapkan teknis upacara HUT RI. Ada yang bertugas sebagai pembawa panji Merah Putih, instruktur upacara, komandan upacara, Master of Ceremonies (MC), pembaca Pancasila, pembaca UUD’45, pembaca Teks Proklamasi, dirigen lagu kebangsaan dan mengheningkan cipta serta pembaca do’a.
           
Selesai upacara bendera
 Pukul 06.05 WIB, Upacara bendera dimulai. Khitmat , hening, haru dan syahdu. Kami disatukan di puncak ini, dalam rasa cinta yang sama, satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, berbaris hormat menghadap Sang Saka Merah Putih, menjadi bagian dari anak Bangsa, dalam kecintaan terhadap Tanah Ibu Pertiwi. Lelah dan letih perjuangan kami selama pendakian, bukanlah apa-apa bila dibandingkan dari perjuangan para Pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Sejenak kami tenggelam dalam do’a pengharapan kepada Allah Ta’ala untuk Indonesia, semoga kedepan menjadi bangsa yang maju, lebih baik dan merdeka dalam makna sebenarnya. Terlepas dari intervensi asing, terbebas dari hutang piutang,  korupsi, kemiskinan, penjajahan dan sebagainya.


Dukungan untuk Palestina
Selesai upacara, saling memberi selamat dan banyak yang mendokumentasikan kebahagiaannya, berfoto dengan sang Saka Merah Putih, panji-panji komunitas, menuliskan pesan untuk orang-orang tercinta yang sudah mereka persiapkan lewat secarik kertas, ada juga himbauan Semangat dan dukungan untuk Rakyat Palestina.

G. Papandayan terlihat dari puncak I 
Pukul 07.00 WIB, pendakian kami lanjutkan ke Puncak II. Bila berjalan santai hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai kesana. Tak berbeda jauh dengan puncak I, di puncak II pun ramai dengan pendaki yang juga mendokumentasikan moment bahagia ini, dengan panorama jauh terlihat lebih luas dan tinggi, dibandingkan dengan puncak I. Kumpulan awan putih bergerombol menutupi kota Garut. Dua sahabat, Cikuray dan Papandayan terlihat kecil. Ingin rasanya melanjutkan pendakian ke Puncak III namun hari sudah siang, melepas rindu juga telah tertunaikan dan kami harus bergegas turun.
Turun 'Sosorodotan'
G. Cikuray terlihat dari puncak I
Saat turun, ternyata belum habis kami menikmati kejutan yang di suguhkan Guntur, walau tidak terlalu melelahkan, sensasi turun melewati jalur berpasir dengan tingkat kemiringan lereng begitu merepotkan. Terkadang kami harus meluncur bebas diatas pasir, bahasa sundanya “sosorodotan” (main perosotan), menyeimbangkan tubuh dengan berpegang pada pinggiran ilalang dan tetap waspada terhadap reruntuhan bebatuan yang jatuh dari atas. “Awas batu.. batu… minggiiiir!!” teriakan pendaki memberi tahu kami saat turun atau naik ke puncak. Sampai di Pos III, kami bergegas Packing. Pulang dengan melalui jalur sebelumnya dan menaiki truk pasir ‘super ekstrim’ lagi. Berpamitan dan bermaafan, kami menutup pertualangan ini. Pulang ke daerah asal dan melanjutkan rutinitas kembali.


        
Sampai Jumpa Guntur
    Alhamdulillah… atas segala rencana indah ini, tak menyangka kami berempat akhirnya bisa membayar kerinduan, bertemu Guntur. Selama pendakian banyak hikmah yang dipetik, pengalaman dan juga bertambah teman-teman baru, dari perorangan
sampai komunitas yang sebelumnya tak kami kenal, kemudian Allah satukan dalam tiga hari pendakian.
Teringat saat berada di puncak I saya pun juga tak luput mendokumentasikan kebahagiaan, lewat sebuah banner ucapan, untuk HUT RI ke-69 tahun dan Milad  Relawan RZ cabang Bekasi ke-3 tahun, Relawan RZ cabang Bekasi usianya memang masih Balita. Layaknya bayi belum bisa apa-apa, membutuhkan bantuan, dan berada pada fase belajar berinterasi, belajar komunikasi dan belajar mandiri.
Tahun demi tahun terlewati, bergabung di lembaga ini (red : Relawan RZ), dan berkontribusi di cabang Bekasi, malu rasanya berbangga memakai atribut ‘Relawan’ tapi belum banyak karya dan usaha yang saya lakukan, untuk kebaikan diri dan orang sekitar.
Happy Milad Relawan RZ Bekasi
Berharap, dan tak bosan berharap, semoga hikmah perjalanan ini menjadi cambuk motivasi, pompaan semangat diri semakin mencintai dan merawat Negeri ini. Negeri Indonesia, Tanah air beta, Tanah pusaka lewat karya dan usaha kita, salah satunya melalui lembaga-lembaga kemanusiaan, peduli sesama dengan berbagi kebaikan lewat aksi kerelawanan.
Mengutip ucapan John F. Kennedy, “Jangan tanyakan apa yang Negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada Negaramu!”. Happy milad Indonesia dan Relawan RZ Bekasi, Tak lupa diakhir kenangan ini, saya ucapan terimakasih dan rasa syukur kepada Allah SWT, orang tua tercinta, Gunung Guntur dengan kekayaan Alam beserta dua sahabatnya, Srikandi Tangguh (Lisa, Meysa dan Yuniar), Komunitas Pendaki Jabodetabek yang sudah mengantarkan kami dengan sehat dan selamat : Bang Hilman, Bang Encek, Bang Fikar , Yosi, Bang Syaiful/Ipul, Yudi, Bowo, Bunda, Ika, Mba Jul, Desi, Rani, Bang unet, Sigit dan semuanya. Salam Lestari. Salam Rimba. Save Palestine. Tetap Semangat Bahagiakan Ummat, Allahu Akbar!. **Nurannida, Bekasi 25 Agustus’14