Selasa, 26 Maret 2013

Begitulah sastra...


Menikmati sejenak Karya sastra dari Filistin Muslimah
Peluru Ini untuk siapa, begitu kaya bahasa yang tersirat dalam deretan kata, makna yang dalam..
Bagaimana rasanya saat masa jayanya, zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pasti lebih dahsyat lagi,

Ini bukan sekedar cinta. Juga bukan sekedar kegilaan. Bagai garis – garis fajar melintang dipelupuk matamu, sembari tersenyum. Air matanya adalah senak – senak kepedihan yang berbaur dengan angan – angan. Ini bukan sekedar cinta. Juga bukan fatamorgana. Namun ini adalah tanah air!.
Muhammad. Inilah wajah yang selalu tersenyum menghadapi kehidupan dan kematian. Di pelupuk matanya warna – warni pelangi menyatu dalam jubah belasungkawa. Ia selalu bingung memikirkan ibunya yang remuk – redam dalam mimpi – mimpinya untuk kembali ke tanah airnya. Hidup ini kelihatan memang begitu; hanya mengenal kata – kata dasar dan visa ketololan untuk sebuah keberangkatan.
Setiap hari ia menghabiskan waktunya berjam – jam disebuah warung kopi Matahari yang jauh. Akan tetapi matahari sudah terbiasa hidup sendiri, terbiasa membuang semua kegilaan, kenekatan dan kesombongannya pada tangan – tangan yang membawa godam kesedihan.
Dalam hati Muhammad tersimpan ribuancerita. Namun dalam hatinya semuanya telah mati. Hanya air mata ibunya yang terus menikam sel – sel hatinya..................................................................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar