Menikmati sejenak Karya sastra
dari Filistin Muslimah
Peluru Ini untuk siapa, begitu kaya bahasa yang tersirat dalam deretan kata, makna yang dalam..
Bagaimana rasanya saat masa jayanya, zaman Dinasti Bani Abbasiyah, pasti lebih dahsyat lagi,
Ini bukan sekedar cinta. Juga
bukan sekedar kegilaan. Bagai garis – garis fajar melintang dipelupuk matamu,
sembari tersenyum. Air matanya adalah senak – senak kepedihan yang berbaur
dengan angan – angan. Ini bukan sekedar cinta. Juga bukan fatamorgana. Namun
ini adalah tanah air!.
Muhammad. Inilah wajah yang
selalu tersenyum menghadapi kehidupan dan kematian. Di pelupuk matanya warna –
warni pelangi menyatu dalam jubah belasungkawa. Ia selalu bingung memikirkan
ibunya yang remuk – redam dalam mimpi – mimpinya untuk kembali ke tanah airnya.
Hidup ini kelihatan memang begitu; hanya mengenal kata – kata dasar dan visa
ketololan untuk sebuah keberangkatan.
Setiap hari ia menghabiskan
waktunya berjam – jam disebuah warung kopi Matahari yang jauh. Akan tetapi
matahari sudah terbiasa hidup sendiri, terbiasa membuang semua kegilaan,
kenekatan dan kesombongannya pada tangan – tangan yang membawa godam kesedihan.
Dalam hati Muhammad tersimpan
ribuancerita. Namun dalam hatinya semuanya telah mati. Hanya air mata ibunya
yang terus menikam sel – sel hatinya..................................................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar