Jumat, 22 Februari 2013

Relawan banjir, Tetap semangat memberi kontribusi.


Ku ingat, Pagi itu sebenarnya lelah masih mengelayut ditubuh. Namun, entah mengapa semangat untuk beranjak dari rumah ternyata begitu kuat. Energi Rapat kecil semalam seperti menghipnotis pikiran kami (red:Perkenankan saya menggunakan kata ini), untuk berangkat ke lokasi, yang antah berantah tak diketahui letak pastinya. Hanya nomor kontak warga daerah tsb dan data infomasi seadanya dari seorang teman, yang menjadi bekal kami. Bahwa, lokasi tersebut masih banjir dan belum tersentuh bantuan sama sekali, dikarenakan terkendala jarak yang jauh dan medan sulit dilewati. 

Ya...mungkin ini ide gila sobat, hanya terumus beberapa jam saja, akibat rasa kecewa mendera, kala malam itu. Tapi bagaimanapun tak boleh kami ratapi dan tekat berbagi harus kami dapati. Memang ku akui, terkesan idealis dan memaksakan tapi itulah janji yang harus tertunaikan esok hari. Strategi dan pembagian tugas ini-itu pun telah dirancang dan sepakati, keragu-raguan dan bimbang kami coba obati dengan menguatkan keyakinan dalam hati, “bahwa Allah pasti bersama kami, menolong perjuangan ini....”.
Berbekal do’a dan izin kedua orang tua tercinta, langkah ku semakin ringan mengawali Pagi ini,  saatnya tak menyia-nyiakan waktu.

 Apa yang direncanakan ternyata tak selalu seperti yang diharapkan, jalanan begitu padat merayap, tak seperti biasanya di hari libur, dan saat ini masih pagi sekali, protesku dalam hati. Tiap pengendara berebut saling mendahului, terburu oleh singkatnya waktu hingga adu salibpun terjadi, rasanya peraturan terkalahkan oleh urusan masing-masing pengendara dan ponsel ku pun terus saja berdering bertukar informasi, menambah resah hati, Allah menguji awal niat ini.

Berita seputar banjir  masih saja mendominasi media lokal dan nasional. Daerah yang terendam banjir tiap hari kian bertambah, ketinggian air pun bervariasi tiap daerah, kebutuhan bantuan yang belum  mampu mencukupi, penyakit mulai meruak, pengungsi disana-sini dan itu terjadi di sekitar kami. 

Untuk daerah perkotaan akses bantuan lebih cepat dan mudah didapat, semua kemungkinan bisa diantisipasi, transportasi mudah dan banyak, jalan sudah beraspal, fasilitas alat berat lengkap, stok bantuan berlimpah dan lembaga kerelawanan berdatangan dari berbagai sisi dan misi, maklumlah saat itu pemilihan walikota sedang berlangsung sehingga menjadi aset mereguk simpati ke masyarakat, imbasnya korban cepat tertanggani dan kerugian materiil ataupun non materiil bisa diselamatkan secara dini. Namun berbeda dengan wilayah kabupaten atau pelosok daerah, kondisinya wilayah masih terisolir padahal banjir sudah sepekan terlewati, sehingga malam itu, keputusan kami niatkan untuk berbagi ke wilayah tsb, salah satunya bernama Desa Lenggah Sari, kecamatan Cabang Bungin, daerah yang sering kami dengar, beberapa sudah kami kenal namun belum sering kami datangi.

Kami menyadari, perbekalan bantuan yang telah direncanakan tak kan mampu memenuhi apa yang mereka butuhkan, menginggat komunitas kecil ini penuh keterbatasan, minim pengalaman dan apa yang kami bawa nilainya terlalu kecil untuk menutupi duka yang mereka rasakan berhari-hari, namun lagi-lagi itu semua tak menyurutkan niat untuk bisa berbagi.

Dan Subhanallah... pertolongan Allah satu demi satu mulai kami rasakan, teman dan sahabat dekat responnya luar biasa terhadap rencana ini, bantuan terus berdatangan, urusan lobi sana-sini Allah permudah, biskuit, susu cair, kornet, pakaian layak pakai, pembalut, mie instan dan paket obat-obatan akhirnya terkemas sudah. Bersama 21 rekan-rekan perjalanan langsung kami mulai, konvoi motor tetap dijalani dengan resiko dan jauhnya perjalanan, semua demi memangkas pengeluaran, dan cukup sebuah mobil sewaan saja yang kami perlukan.

Seperti apa yang sudah kami duga, memang perjalanan tak mudah. Hingga sore menjelang akhirnya tiba ditempat yang sudah dijanjikan oleh salah satu warga yang menjadi pemandu kami untuk sampai ke desa tsb. Desa Lenggah Sari kecamatan Cabang Bungin Kabupaten Bekasi, desa yang mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah Bertani.  Desa yang terletak dibelakang perusahaan pengeboran minyak raksasa di Indonesia. Untuk sampai ke lokasi kami harus menyebrangi area sawah yang sudah rata terbenam air bah. 

Transportasipun berganti, mengunakan perahu rakit berbahan bakar solar yang bermesin diesel. Tampak lucu, seperti bukan berada di wilayah sendiri, Bekasi. Rasanya saat itu berada di wilayah pedalaman, luar pulau dan asing. Sunguhan pemandangan yang awalnya sawah, kini berganti hamparan danau yang air tenang dan luas. Padi yang ditanam telah hilang terbawa derasnya arus kala itu atau mungkin telah busuk dan mati terendam air berhari-hari, bagi mereka panen kali ini hanya tinggal impian saja. Rantai aktivitas merekapun berhenti, dari mata pencaharian, anak-anak tak bisa bersekolah, mencapai sarana prasarana menjadi sulit karena semua bergantung pada perahu yang jumlahnya terbatas dan mahalnya bahan bakar. Tak terbayangkan berapa banyak kerugian dan sulitnya kebutuhan sehari-hari yang mereka tanggung, pangan, sandang dan papan, di tambah belum sampainya bantuan dari pemerintah daerah, padahal banjir ini sudah sepekan berlalu. Tiba dilokasi, kami langsung bergerak mempersiapkan diri menyalurkan bantuan. 

Hari telah petang, dan perjuangan sehari ini pun akhirnya bisa tertunaikan, lega namun sekaligus sedih karena minimnya waktu pelaksanaan dan perencanaan serta keterbatasan bantuan yang belum maksimal kami salurkan. Pengalaman ini, banyak mengajarkan kami, salah satunya untuk lebih bersungguh-sungguh dalam berkontribusi, meluruskan niat bukan karena ambisi pribadi atau hal-hal lain namun karena Allah Ghoyatuna, Allah Swt semata. Semoga kekurangan ini semakin memotivasi kami, komunitas muda yang belia ilmu dan pengalaman, untuk lebih baik lagi kedepannya, bisa memberi manfaat dalam waktu, tenaga, harta untuk sesama.
 Tidak ada perjuangan yang mudah, namun semuanya bisa menjadi mudah bila kita lakukan berjama’ah. Together We Strong, Relawan Siaga Nusantara Bekasi, tetap semangat memberi kontribusi, Allahu Akbar!!!.(Bekasi,17 februari’13,Nurannida**)

Rabu, 13 Februari 2013

Rekreasi hati, nikmat mensyukuri dan penginggat mati...


 Sore dimushola Ar Rahmah, mushola yang merupakan salah satu sarana yang disediakan rumah sakit ini, ku menikmati derasnya hujan, mengamati gemericik air dipipa, yang jatuh perlahan membentuk kolam – kolam kecil, kemudian meluap membanjiri sudut – sudut taman. Rasanya Dingin angin yang berhembus semakin menciutkan tubuh...
Terlihat keluarga pasien yang khusu’ berdialog meminta pada Sang Pencipta, lantunan ayat – ayat suci terdengar samar – samar syahdu mendayu haru. Ku tenggok disudut kiri, lingkaran kecil saling membagi duka. Lingkaran kumpulan keluarga pasien, sesekali terdengar perbincangan mereka, dan tergelitik hati mendengarkannya, hingga batin berdesah “sungguh, dukaku bukan apa – apa dibanding mereka”. Melihat lengkungan senyum dan riuhnya tawa canda anak – anak, serasa menormalkan kembali hidup mereka, dalam beradaptasi dikehidupan yang baru ini.
Ya, kehidupan di rumah sakit, hunian sementara yang memang bukan tempat semestinya menyuguhkan kenyamanan fisik dan hati, bagi mereka yang berada disana.  Baik itu kisah suka atau duka yang terangkai didalamnya. Walau terbiasa dengan ritme kehidupannya, saya tetap tak tentram. Kejutan – kejutan selalu terangkai bersamanya.
 Kunjungan saya kali ini, Allah ingin memberi potret kehidupan anak – anak, dan orang tua yang sedang pada masa – masa kritis, ada kelainan jantung, kanker, tumor, kelahiran abnormal dsb. Sebelas jam disini rasanya seminggu,he...
Masih terbesit diingatan, saat menunggu antrian diLaboratorium umum, melintas rombongan dokter dan perawat yang sibuk membawa seorang bayi yang baru dilahirkan, dengan selang dan perlengkapan medis, penunjang hidupnya, terlihat si ayah bayi lemas dikursi roda tak kuasa menahan duka, menyaksikan buah hati bertaruh nyawa melawan penyakitnya, setelah itu berikutnya giliran melintas rombongan paramedis dengan pasien, seorang ayah yang telah lanjut usia berbaring ditempat tidur yang juga dilengkapi peralatan medis, dalam keadaan koma. Dan si anak yang tak kuasa menahan tangis. Gambaran kehidupan yang dibolak – balik lakonnya, dan saya saat itu Allah takdirkan giliran menjadi penontonnya. Itulah sedikit gambaran, saat berekreasi hati dirumah sakit rujukan seIndonesia, sarat hikmah dan harapan pada Pencipta kehidupan.
Rekreasi hati, dapat kita rasakan tidak saja di rumah sakit, bisa dipanti asuhan, panti jompo, pedagang pinggir jalan, bahkan sanak saudara yang kekurangan, bukan rekreasi dalam arti hiburan sebenarnya namun, tapi rekreasi yang membawa hati untuk dapat merenungi, merasakan dan menginggatkan diri bahwa kematian begitu dekat dan sehat itu mahal didapat, bisa makan teratur, beristirahat nyaman, ada tempat berteduh, merasakan kasih sayang keluarga, sarana – prasarana canggih yang kadang masih kita keluhkan dan kenikmatan – kenikmatan yang kita rasakan, jauh lebih baik dan beruntungnya kita dibandingkan saudara-saudari yang kekurangan.
Rekreaksi hati kadang, bisa kita lakukan dengan memanfaatkan perjalanan saat pulang, misalnya dimalam hari dengan melihat pinggir – pinggir jalan, menyulusuri pemandangan miris, ada anak – anak, ibu, ayah, manula terlihat mengais – ngais tumpukan sampah. Beberapa berjalan tertatih dengan sorot mata penuh pengharapan, apakah ada ronsokan berharga tersisa untuknya. Sedih, pilu melihatnya, dan rasa syukur yang ku ulang – ulang dalam hati.
Kerasnya jalanan, mendesaknya kebutuhan, memaksa mereka mengais – ngais dimalam yang dingin ini. Hidup dijalanan, didalam gerobak rasanya bukan hal aneh lagi. Akankah kemiskinan yang dirasakan ini berujung suka.
Menurut saya rekreasi hati merupakan suplemen dalam ritme hidup kita, melatih rasa kepekaan, kepedulian dan bila harta berlebih bisa saling berbagi. Gangguan penyakit, cacat fisik, kemiskinan harta merupakan ujian yang Allah berikan, pada hamba – hamba yang Ia kehendaki. Namun ujian tersebut adalah masih lebih baik dibandingkan sakitnya hati, cacatnya ruh, dan miskinnya kebaikan dalam diri kita.
Semoga rekreasi kali ini memotivasi diri banyak bersyukur, dalam keadaan sempit ataupun lapang. Ujian buat seorang hamba, penginggat dan penggugur kesalahan – kesalahan kita dalam hidup didunia ini, yang tentunya dilandasi niat ikhlas menjalani dan kesabaran yang tak bertepi. (Bekasi, 15 Desember 2012, Nurannida**)

Minggu, 10 Februari 2013

Harapku...

Ya Allah, anugerahkanlah untuk kami rasa takut kepada-Mu,
yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepada-Mu, dan anugerahkanlah ketaatan kepada-Mu yang akan menyampaikan kami ke syurga-Mu,

Anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringannya bagi kami segala musibah di dunia ini.

Ya Allah, anugerahkanlah kenikmatan kepada kami melalui pendengaran, penglihatan dan dalam kekuatan kami selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan dari kami.

Jadikanlah balasan kami atas orang-orang yang menganiaya kami dan tolonglah kami.

Jangan Engkau jadikan musibah kami ada dalam urusan agama kami. Janganlah Engkau jadikan dunia ini adalah cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami.

Jangan Engkau jadikan berkuasa atas kami, orang-orang yang tidak mengasihi kami.

Ya Allah, jangan Engkau tinggalkan dosa, melainkan Engkau ampuni.

Tidak ada kegalauan kecuali Engkau berikan jalan keluar, tidak ada hutang kecuali Engkau penuhi dan tidak ada satu kebutuhan dunia dan akhirat kecuali Engkau penuhi.

Ya Rabb kami, berikan kepada kami kebajikan di dunia di akhirat,
aamiin...
(salah satu do'a khatmil Qur'an)