Minggu, 22 November 2015

Membuang sampah pada tempatnya itu mudah.



Bekasi (22/11), memanfaatkan moment Car Free Day (CFD) yang hanya beberapa jam untuk aksi kerelawanan merupakan kesempatan yang sering kami lakukan, karena disana terdapat banyak orang berkumpul, ada yang berolahraga, makan-makan, berniaga, rekreasi bersama keluarga dsb. Jalan-jalan protokol yang awalnya terlihat bersih, beberapa saat setelahnya biasanya berubah kotor, sampah terlihat disana-sini. Ada  bungkus makanan, pamflet/brosur, botol-botol bekas minuman, sedotan, kardus rokok dan puntungnya, ceceran sisa-sisa makanan dsb. Dimana banyak orang berkumpul, selalu menyisakan sampah dimana-mana, tak terkecuali event CFD.

Pemerintah Kota Bekasi sudah tanggap akan hal tersebut, dengan menyiapkan bapak-bapak dari dinas kebersihan yang siap membersihkan jalan setelahnya, dan sekitar belasan tempat sampah besar juga telah disiapkan, diletakkan pinggir-pinggir jalan. Tapi tetap saja, ada sebagian oknum yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

Untuk aksi kerelawanan kali ini, kami mengajak/menghimbau pengunjung CFD untuk peduli akan sampahnya dan sampah-sampah yang ada di sekitarnya, memungut dan kemudian membuang pada tempat yang sudah disediakan. Bersama 17 orang relawan, 10 orang Relawan RZ Bekasi, 3 orang Bekasi clean action, 2 orang adik-adik Koppaja dan 2 orang sukarelawan dari pengunjung CFD, kami berjalan mengitari area CFD, ada yang berorasi, ada yang membawa trash bag, ada yang memunguti sampah dan ada yang membawa poster himbauan.

Alhamdulillah… responnya baik, banyak pengunjung yang membantu kami, mau beranjak dari tempat duduk ikut membuang sampahnya dan memunguti sampah disekitarnya, bahkan ada seorang bapak usianya sekitar 50 tahunan yang meminta trash bag dan sarung tangan ingin ikut membantu. Aksi pungut sampah dan orasi, kami lakukan sekitar satu jam, terkumpul 10 trashbag. Sebenarnya membuang sampah pada tempatnya itu mudah, membuang sampah pada tempatnya itu gampang, asal kita niat dan mau melakukannya. Apalagi sudah mau memasuki musim penghujan, baru hujan beberapa jam saja sudah berdampak ada wilayah yang banjir, karena saluran air yang tersumbat sampah atau area resapan air yang sudah menjadi bukit sampah. Mengutip berita, dari Kementrian Lingkungan Hidup, tingkat pencemaran lingkungan akibat sampah di Indonesia ibarat kangker stadium IV, yang harus segera di amputasi, harus dikelola dengan mesin pengelola sampah kapasitas satu ton, karena jumlahnya yang sangat banyak dan pengelolaannya juga harus baik.

Ayo kita buang sampah pada tempat yang telah disediakan, kita awali dari diri sendiri dan mengajak orang disekitar kita. Peduli akan lingkungan, peduli akan kelestarian alam. Ada yang mengatakan, “Bahwa ketulusan dan rasa bersyukur adalah modal bagi manusia, agar alam ini selalu lestari”. (Nurannida)

Jumat, 06 November 2015

Silaturahim

Sepekan yg lalu (30/10/15). Kami (sy, dwi dan meiga) mengunjungi bang Fahrul rozy, salah satu relawan rz pekan baru, yg sdg menjalani perawatan kedua matanya di rumah singgah (RSCM KIRANA Unit kesehatan mata). Walaupun mata kirinya telah divonis mengalami kebutaan, slain itu perlu penyembuhan yg panjang krn ada kerusakan dipermukaan kornea, salah satu penyebabnya Musibah Asap. Dan mata kanannya jg mengalami Glaucoma, hingga sprti mengintip di lubang kecil melihat kami.

Beliau menyambut kami dgn senyum dan guyonan yg kadang kala menyelinap disela2 obrolan.
Seperti sudah lama akrab, padahal ini kali pertama kami bersua scara lgsg dan mengobrol.

Senyum tak putus2 trsungging dibibirnya.

Sdh byk buku yg dibacan u/membunuh kebosanan selama 2 bulan ini yg ia rasakan, walau kdg trtatih2 rela naik turun tangga rumah singgah, lantai 4 u/ menuju ke pasar cikini mendapatkan buku.

Tegar dan Tabah.
Byk bersyukur.

Silaturahim singkat, membawa byk hikmah bagi kami.

Kamis, 05 November 2015

Apa yang salah dengan Volunteer?

Oleh: BUTET MANURUNG
PENDIRI DAN DIREKTUR SOKOLA-LITERASI DAN ADVOKASI UNTUK MASYARAKAT ADAT INDONESIA‎

”Kamu perempuan, lahir dan besar di Jakarta, sekolah tinggi, kenapa mau bekerja keluar-masuk hutan hanya untuk orang-orang seperti mereka?”

Begitu pertanyaan yang sering saya dapatkan selama tak kurang dari 15 tahun terakhir ini. Tidak ada jawaban yang memuaskan mereka. Setiap jawaban malah melahirkan pertanyaan baru.

”Memangnya di kota tidak bisa berarti?”

”Di hutan, kan, tidak ada mal, sinyal telepon, teve, internet, bakso?” Atau, ”Hobi, ya, hobi, pekerjaan itu pekerjaan, tidak bisa disatukan!” Lalu, ”Tidak takut binatang buas, kena malaria, diperkosa, atau bertemu setan?”

Bekerja di kota, di mana banyak orang berkompetisi memperebutkan sedikit kesempatan, yang tak jarang hanya demi kesenangan dan memuaskan pancaindra semata, sampai-sampai harus sikut kanan-sikut kiri, bagi saya justru lebih menakutkan dibandingkan kemungkinan bertemu binatang buas di hutan. Tapi, kenyataannya, pekerjaan di kota memang menjadi incaran banyak orang. Teramat banyak sehingga kantor-kantor itu harus menyeleksi calon karyawannya habis-habisan dengan berbagai persyaratan. Pada situasi ini tampak sekali kalau kita yang memburu pekerjaan, bukan pekerjaan yang membutuhkan kita.

Masih ingatkah bagaimana rasanya langkah jadi ringan dan senyum terkembang seharian setelah bantuan kecil yang kita lakukan tulus untuk orang lain? Misalnya, setelah membantu seorang nenek menyeberang di jalanan yang ramai penuh mobil, atau saat membantu anak tetangga yang kesulitan menyelesaikan pekerjaan rumahnya?

Sulit digambarkan perasaan saya ketika mendengar kata pertama yang berhasil dibaca oleh murid saya, lalu di lain waktu melihatnya membantu orangtuanya di pasar menghitung hasil penjualan produk hutannya. Bantuan kecil kita bisa jadi besar maknanya bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Saya merasa dibutuhkan. Butuh dan dibutuhkan menghasilkan perasaan yang berbeda. Letaknya jauh di kedalaman hati, membuat kita merasa berharga, menghargai hidup dan akhirnya bersyukur.

Kerja suka dan rela

Orang banyak mengatakan kegiatan ini sebagai voluntary service. Voluntarybiasa diterjemahkan sebagai sukarela, sedangkan service dalam makna luas berarti pelayanan, bakti, jasa, atau pengabdian. Maka, mari kita artikanvoluntary service sebagai pekerjaan (kalau memang disebut pekerjaan) yang dilakukan bukan hanya dengan penuh suka, juga rela; bukan untuk mencari keuntungan pribadi, tetapi memberi apa yang kiranya dibutuhkan orang.

Indonesia punya 13.000 lebih pulau dan tak kurang dari 250 juta jiwa penduduk. Dengan luas hampir 2 juta kilometer persegi, tentu ada banyak peluang yang terbuka. Apalagi kalau kita baca surat kabar, rasanya tak pernah selesai persoalan di negeri ini.

Bagaimana kita bisa terlibat?

Kita hanya perlu lebih banyak melihat dan mendengar langsung. Langsung itu artinya dari luar layar monitor HP, tablet, atau laptop-mu! Ada banyak hal yang tak berada di tempatnya. Datang ke sana, diam, dan amati dengan rendah hati. Rendah hati artinya kita datang dengan pertanyaan, bukan jawaban. Sekalipun ada perasaan dibutuhkan, kita datang bukan untuk jadi pahlawan, bukan untuk menggurui, tapi mempelajari, mengenali, sambil mencari apa yang bisa kita bantu. Lalu biarkan hatimu mengatakan apa yang harus kamu lakukan.

Konon, ada tiga kekuatan dahsyat, mengutip Pramoedya dalam novelnyaRumah Kaca, ”Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang bisa timbul pada samudra, pada gunung berapi, dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya.” Saya setuju. Sekali kita menentukan tujuan, biarkan ia jadi kekuatan yang menggerakkan.

Ada lagi model pertanyaan yang sering saya jumpai, ”Kak, saya suka bertualang, saya juga ingin mengajar di rimba, tapi saya takut gelap. Bagaimana, ya?” Atau, ”Kak, saya sangat ingin mengajar anak-anak jalanan, tapi orangtua ingin saya jadi PNS.” Menghadapi pertanyaan itu, saya biasanya senyum-senyum saja. Atau kalau sudah terpojokkan, saya bilang, ”Bereskan dulu tapi-mu, ya, setelah itu baru kita ngobrol lagi.”

Rasanya sulit menumbuhkan kekuatan pikiran dan hati kita kalau kita sendiri sudah membatasi diri kita dengan banyak ”tapi”. Akan selalu ada alasan kalau kita fokus pada kalimat di belakang kata ”tapi”. Karena bisa dibayangkan apa yang akan terjadi, bukan? Bahwa dia tidak (akan) berusaha ke rimba atau apa pun mimpinya karena dia punya banyak ”tapi”. Bagaimana kalau kalimat ”tapi” itu kita balik? ”Kak, sebenarnya orangtua saya ingin saya jadi PNS, tetapi saya sangat ingin mengajar anak-anak jalanan.” Dan, ”Kak, saya itu sangat takut gelap, tapi saya suka bertualang dan ingin mengajar di rimba!”

Bekerja, apa pun itu, termasuk pekerjaan sukarela, menurut saya selalu dimulai dari menghargai diri sendiri, menghormati hidup kita sendiri. Bahwa kita begitu berharga, bermanfaat, dan berarti, sehingga kita ingin membagikan anugerah yang kita punya kepada orang lain melalui segala daya dan kreativitas. Melalui penghargaan kepada diri sendiri, kita akan menemukan banyak hal menarik dan berguna yang bisa dilakukan. Ini memang terlihat seperti pengabdian terhadap orang lain. Tapi tidak, karena sebenarnya kita mengabdi kepada kemanusiaan yang sejati.

Menghargai diri sendiri

Pertanyaan yang lain, ”Saya ingin bergabung. Saya ingin bekerja sosial, mungkin satu atau dua tahun, tapi setelah itu saya akan bekerja serius. Saya tak munafik, hidup tentu butuh uang.”

Kalau memang begitu, mengapa tak bekerja serius dulu sampai punya cukup banyak uang lalu baru bekerja sosial sehingga tidak perlu lagi mencemaskan keuangan? Satu hal yang mengganjal, bahwa sering kali kerja sukarela tidak dianggap sebagai pekerjaan serius. Mungkin karena pekerjaan serius itu didefinisikan sebagai rutinitas kantor dari Senin sampai Jumat, berpakaian rapi, dan segala formalitas lainnya. Padahal, kerja sukarela tak kalah seriusnya, sama-sama menguras pikiran dan tenaga. Hanya karena formalitas yang berbeda, bukan berarti keduanya berlawanan.

Bagaimana dengan uang? Jutaan rupiah yang sudah habis untuk biaya sekolah, ditambah lagi tahun-tahun yang telah dilewati dengan penuh harap, sering kali dianggap sebagai piutang yang pada saatnya nanti harus bisa dipetik hasilnya. Setidaknya balik modal, syukur- syukur kalau bisa kembali dengan berlipat ganda. Ah, mari berhenti menyogok masa depan. Sekolah tidak ada hubungannya dengan banyaknya gaji yang akan kita terima. Demikian halnya prestasi (achievement), tidak selamanya diukur dengan uang.

Teman saya, lulusan S-2 dari universitas negeri di Jakarta yang juga bekerja di hutan, pernah ditanyai seorang wartawan yang berkunjung ke rimba dengan penuh apriori, ”Berapa gaji yang kamu terima untuk pekerjaan gila seperti ini? Kalau tidak besar, mana mungkin ada yang mau?”

Teman saya menjawab dengan jengkel, setengah bercanda, ”Kalau untuk mencari banyak uang, saya mendingan piara tuyul saja, Pak, bukan bekerja seperti ini. Uang bukan tujuan saya.” Si penanya tentu tidak puas, tetapi bagaimana menjelaskan keindahan lautan kepada orang yang tidak pernah tahu apa itu laut.

Lagi-lagi memang kembali kepada tujuan dan keberanian kita menjalani tujuan itu. Keberanian untuk menjadi berbeda dengan ribuan orang yang mengantre pekerjaan di kota. Pikiran-pikiran kami sering dianggap ajaib oleh kebanyakan orang. Sering juga setelah beberapa waktu bercakap-cakap mereka seperti disadarkan bahwa mereka juga ingin punya perasaan-perasaan seperti itu: melakukan hal yang disenangi, merasa bermanfaat.

Kekayaan batin akan senantiasa membuat kita bergairah. Namun, tentu gairah akan berlipat ganda kalau kita bisa memberi manfaat bagi orang lain.

Kerja sukarela tak hanya bisa dilakukan di hutan, di dunia politik, atau di medan perang, tapi bisa di mana pun. Tidak perlu bermimpi menyelamatkan bumi karena itu tugas Superman dan James Bond. Tak juga harus baik hati selemah Cinderella yang mengharap uluran Ibu Peri karena yang kita perlukan justru kekuatan dan keberanian. Tidak juga sibuk cari pengakuan atas yang kita lakukan karena yang kita cari adalah penghargaan kita terhadap diri sendiri. Tidak juga harus mengikuti petunjuk orang-orang terkemuka yang seolah berhati peri karena dalam beberapa kasus yang menumbalkan rakyat negeri ini ternyata malah didalangi mereka. Tak juga harus sepakat dengan saya.

Seperti kita tahu, setiap orang memiliki ketertarikan, prioritas, dan kemampuan sendiri-sendiri. ”Jadilah diri sendiri”, sering sekali dikumandangkan di mana- mana. Sekali lagi, taruh gadget- mu, lihat lekat-lekat dunia di luar sana, lalu dengarkan hatimu. Sebab, kita perlu menghargai hidup yang hanya sekali ini. Bayangkan jika suatu hari, di usia 75 tahun, tiba-tiba kita merasa hampa dan baru tersadar bahwa kita belum melakukan apa-apa untuk menghargai satu kali hidup kita.

Senin, 02 November 2015

Orientasi dan Pradiksar Relawan RZ Bekasi, "Relawan itu harus Berani, sabar, ikhlas dan dibungkus dengan tawadhu"



Proses Open Rekrutmen Calon Relawan RZ tahap demi tahap terlewati, tahapan orientasi dan pradiksar yang tahun sebelumnya selalu kami pisah, kini kami rangkum menjadi satu rangkian acara, dua hari satu malam, Sabtu (31/10) dan Minggu (01/11), adalah rangkaian tahap Orientasi dan Pradiksar Relawan RZ Bekasi. Di hadiri oleh 13 orang Calon Relawan dan 21 Relawan RZ Bekasi. Acara berlokasi di Bascam Relawan RZ Bekasi, diawali dengan Pembukaan, Tilawah, Saritilawah, menyanyikan Mars RZ dan sambutan dari Kordinator Relawan RZ Bekasi, saudara Ramdhani.
Kemudian dilanjutkan dengan Materi I tentang Kerelawan, mengupas RZ dan Relawan RZ, yang disampaikan oleh Bapak Budiman, beliau adalah konsultan ZA RZ Bekasi, Relawan Angkatan I di Bekasi, dan diksar angkatan ke III di Bandung. Materi I, berisikan tentang apa itu relawan, tujuan menjadi relawan,  sejarah lahirnya Relawan di RZ, Sejarah lahirnya RZ (DSUQ, RZI, Rumah Zakat dan RZ) dilengkapi pula dengan photo-photo. Menurut bapak Budiman, Relawan merupakan ujung tombak dari lembaga RZ, dimana peran relawan sangat menentukan perkembangan RZ menjadi pesat dan maju seperti sekarang ini.Setelah materi, dilanjutkan dengan pemutaran video aksi Relawan RZ senusantara, ada kisah relawa ninspiratif dari mas Achmad Budi Santoso, anak SD Juara, Relawan RZ Pekanbaru dan Makassar.
Setelah cukup beristirahat, pukul 03,00 wib acara dilanjutkan dengan Shalat Qiyamul lail berjama’ah yang dipimpin oleh Zulkifli Akbar (Relawan RZ Bekasi, aktif), kemudian shalat subuh berjama’ah dan dilanjutkan dengan Tausiyah pukul 05.00 wib, oleh ustad. Abdul Latief, beliau dahulu amil dan sekaligus Relawan RZ Bekasi. Menurut pak Al (kami biasa menyapa), Relawan itu harus memiliki jiwa dan semangat yang berani, hati yang sabar, ikhlas dan juga di bungkus dengan tawadhu (Rendahhati). Acara kemudian dilanjutkan dengan olahraga, Apel Pembukaan, lalu sarapan pagi dan bersih-bersih.

Pukul 07.30 wib, dilanjutkan dengan Materi II, tentang PPGD (PertolonganPertamaGawatDarurat), yang disampaikan oleh Prasetyaningsih dan Uly Munthoifah (Relawan RZ Bekasi, aktif). Materi berisikan tentang Pengenalan dasar PP (Pertolongan Pertama), tujuan, tindakan pelaku PP, alat-alat PP dan APD (Alat Pelindung Diri), selain itu juga ada pengenalan tentang Pembidaian, alat-alat bidai dan simulasi pembidaian serta Tanya jawab. Kemudian pukul 10.00 wib, dilanjutkan dengan materi III tentang Manajemen Perjalanan yang disampaikan oleh Febri Yoga (Relawan RZ Bekasi, aktif).

Materi berisikan bagaimana kita mengelola perjalanan yang telah kita rencanakan agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Mulai dari Prapelaksanaan, Pelaksanaan sampai Pasca pelaksanaan. Persiapan mengali informasi data lokasi, persiapan SDM, Perlengkapan dan Peralatan sedetail-detailnya, sampai kepada evaluasi dan publikasi setelah pelaksanaan perjalanan. Kemudian dilanjutkan dengan simulasi pembuatan bivack dan pemutaran video tentang survival. Setelah sholat dhuhur berjama’ah, acara dilanjutkan dengan Apel penutup, dokumentasi dan ramah tamah, antara calon Relawan dan Panitia.

Alhamdulillah rangkaian kegiatan Orientasi dan Pradiksar Calon Relawan RZ Bekasi tahun 2015 berjalan lancar dan khitmat, walau warnai dengan suasana duka yaitu meninggalnya adik Salsabila Nafida (4 bulan), salah satu keponakan dari Kang Herry dan Bundo Evi (Pasang suami istri Relawan) yang rumahnya tidak jauh dari Bascam Relawan RZ Bekasi. Sholat jenazah, ta’ziah, mengantarkan sampai proses pengkuburan, yang hanya bisa kami lakukan. Berharap semoga  Allah SWT berkenan melapangkan kuburnya, berada disisinya pada tempat yang terbaik dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi keikhlasan, kesabaran dan ketabahan, aamiin. Selamat jalan adik Salsabila Nafida. **Nurannida

"Examination Vital Sign", Relawan RZ Bekasi



Bekasi.Ahad, 11 Oktober 2015, Relawan RZ Bekasi bersama Cita Sehat Foundation (CSF) RZ Bekasi bersinergi dalam Kampus Relawan mengangkat tema kesehatan yaitu “Vital Sign Examination”, kegiatan dilaksanakan di halaman Bascam Relawan RZ bekasi pukul 10.00 – 14.00 WIB,  Alhamdulillah… dihadiri relawan dan calon relawan, berjumlah 27 orang. Acara diawali dengan pembukaan, tilawah oleh kang Heri, sambutan oleh koordinator Relawan RZ Bekasi, Ramdhani. Kemudian dilanjutkan penyampaian materi oleh dr. Dessy Irdayani (Dessy), yaitu tentang Pemeriksaan Tanda-tanda vital atau lebih dikenal dengan Vital Signs.
Vital sign merupakan pengukuran fungsi tubuh yang paling dasar untuk mengetahui tanda klinis, dan berguna untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit dan berfungsi dalam menentukan perencanaan perawatan medis yang sesuai. Ada 4 utama secara rutin di pantau oleh paramedis, penyedia layanan kesehatan ataupun relawan yang sudah dilatih dalam bidang ilmu tersebut, yaitu suhu tubuh, denyut nadi, frekwensi pernafasan dan tekanan darah. Oleh karena itu diperlukan persiapan alat untuk pemeriksaan pengukuran tanda-tanda vital yaitu Tensi Meter boleh Tensi meter jarum, air raksa dan digital, thermometer, jam tangan yang jarum detik, stetoscope dan alat tulis.Setelah perkenalan dan penyampaian materi, acara, di jeda dahulu dengan sholat dhuhur berjama’ah.
Acara lalu dilanjutkan dengan praktek secara langsung cara mengukur tekanan darah, suhu, pernapasan, denyut nadi, dibimbing oleh dr. Fahwan Azumi (Awan). Di mulai dengan membersihkan tangan kita, menanyakan nama orang yang akan kita tensi dan membuatnya serelaks mungkin, kemudian menyingsingkan lengan baju yang akan diperiksa, memasang manset 2,5 cm diatas fossa cubiti, memasang manset tidak terlalu erat atau longgar, menutup skrup balon karet, membuka kunci reservoir, letakkan tensimeter di tempat yang datar, meraba arteri brachialis dengan 3 jari tengah, meletakkan bagian diafragma stetoscope diatas  fossa cubiti, memompa balon sehingga air raksa dalam reservoir naik, dan sampai denyut arteri brachialis tidak teraba, perhatikan pada waktu melihat skala mata setinggi skala tersebut, buka scrup balon perlahan, dengan kecepatan 2-3 mmhg perdetik, sambil melihat skala dan mendengarkan bunyi detik pertama (Systole), dan bunyi tersebut tidak terdengar lagi  (Diastole), menurunkan air raksa (jika tensimeternya air raksa) sampai dengan 0 (nol), lepaskan manset, kunci reservoir, dan masukkan kembali kedalam tensi meter, dan melakukan pendokumentasian atau pencatatan.
Selesai materi dan praktek daridr. Dessy dan dr. Awan, perwakilan ikhwan dan akhwat relawan maju melakukan simulasi kembali dari ilmu yang sudah disampaikan, kemudian di evaluasi bersama oleh kedua dokter.
Alhamdulillah banyak hikmah ilmu danpengalaman yang didapat dari kampus relawan.Diharapkan relawan rz bekasi siap, dan menjadi lebih baik, sebagai relawan yang memiliki keahlian salahsatunya di bidang kesehatan dalam kontribusinya di masyarakat.
Oleh karena itu, untuk kamu yang berjiwa muda dan ingin berbagi pada sesama, mari bergabung dengan kita, RelawanRZ #AyoJadiRelawan. **Nurannida

Selasa, 02 Juni 2015

Perindu Gunung

Izinkan saya merangkum sebuah kisah, dalam mengenang perjalanan kecil kami, perindu gunung…
Momentum 17 Agustus 2014, memang saat yang tepat menemuimu kembali. Berada di puncak, mengibarkan Sang Saka Merah Putih. Berdo’a,  mengenang perjuangan jasa Para Pahlawan dalam membebaskan negeri ini, menyelami makna kemerdekaan selama 69 tahun yang telah kami nikmati, menaklukan keangkuhan diri, belajar dan mengambil hikmah dari kehidupan alam, serta melepas rindu menemuimu. Pada akhirnya pilihan kami jatuh pada Gunung Guntur 2.249 Mdpl.
Guntur, salah satu gunung dengan kekhasannya, yang juga menawarkan keindahan pesona alam. Ia menjadi bagian, salah satu pasak di bumi Garut, ditemani oleh dua sahabatnya, Cikuray dan Papandayan.
 Guntur terletak dikabupaten Garut, Jawa Barat. Kampung Dukuh, desa Pananjung, kecamatan  Tarogong Kaler. Ada dua sumber mata air yang mengaliri Gunung Guntur, Cipanas (sumber mata air panas) dan Citiis (sumber mata air dingin).
Berempat kami memulai perjalanan ini, semuanya wanita. Minim dalam pengalaman tapi sangat rindu pendakian.

Senin, 11 Agustus 2014
Sebenarnya bukan karena nekat, pada dasarnya rencana ini sudah terumus sejak bulan Mei. Awalnya, banyak yang antusias namun yang tetap bertahan, hanya kami berempat. Perlu persiapan matang untuk menuju ke Guntur. Berdasarkan informasi yang kami kumpulkan, di sana minim sumber air, cuacanya panas, tandus, dominasi savanna, Trek ekstrim bebatuan juga pasir hitam, dan banyaknya pencurian atau garong yang dilakukan oleh segelir orang-orang tak bertanggung jawab yang mencari keuntungan dalam keterbatasan para pendaki. Trip pendakian pun bolak-balik kami pertimbangkan, dari gunung yang akan di daki, perlengkapan logistik, guide dan transportasi. Kebimbangan menyergap kami, akan kah Guntur dapat kami temui? Atau mencari alternatif pendakian ke Gunung lain.

Rabu, 13 Agustus 2014
Sore ini, diskusi kecil di Masjid terfokus pada dua gunung yaitu Guntur dan Papandayan, tapi masih saja berputar-putar tentang kelebihan dan kekurangan, mengukur kesesuaian dengan kapasitas kami sebagai pemula.
Sambil mengumpulkan informasi pendakian dari berbagai akun, dan Alhamdulillah… akhirnya Allah SWT menunjukkan jalan, kami sepakat bergabung dengan kawan-kawan pendaki Jabodetabek, dengan Trip gunung Guntur, dan tentunya ini sesuai tujuan awal kami.
Saatnya perindu menyapa, dengan semangat lantang, “Guntuuuuuuuuurrrr…. Kami dataaaaaaang…!!!!”.

Jum’at, 15 Agustus 2014
Menuju G. Guntur
Sesuai Kesepakatan Pukul 10.00 WIB, kami tiba diterminal Kampung Rambutan, di sana sudah menunggu sekitar 15 orang,  saling berkenalan satu persatu dengan teman-teman baru, komunitas baru. Pukul 10.59 WIB, Bis jurusan Kampung Rambutan-Garut melaju, mengantarkan kami menemui pesona Guntur.
Sampai di SPBU Tanjung pukul 15.35 WIB, melaksanakan sholat, istirahat sejenak, membeli kebutuhan logistik yang kurang dan menunggu truk pasir sewaan yang akan mengantarkan kami ke penambangan pasir di kaki gunung Guntur.
Trek Menuju Kaki Guntur
Pukul 16.00 WIB, truk kami datang. Saatnya melewati perjalanan yang penuh sensasi, jalur yang ekstrim, terjal berliku. Berada di bak truk tentunya wajib  berpegangan ekstra kencang, kalau tak ingin terhembas jatuh. Tubuh tergoncang, terlempar kekanan-kekiri, kebelakang-kedepan, seru sekali.


Apalagi jalan yang kita lalui sangat sempit, kadang menanjak, menurun dan bertemu tikungan tajam berliku. Sopir truk tampaknya sudah sangat lihai menguasai medan ini, sesekali menaikan tekanan gas akibat ban yang ambles terjerembab masuk ke pasir atau tiba-tiba mundur kembali karena jalan hanya muat satu truk, legowo ati (berlapang dada) bergantian melewati jalan, agar truk tak beradu lintasan.
Truk Pasir Sewaan
Bersiap memulai pendakian
Pukul 16.50 WIB kami sampai di penambangan pasir di kaki gunung Guntur, dari kejauhan tampak air terjun Citiis menyembul indah, diiringi gemericik air. Terasa ada oase diantara tandusnya alam sekitar.
Setelah berdo’a, memohon perlindungan dan keselamatan kepada Allah SWT, kami memulai pendakian menuju Pos I, II dan  III (Pos Volunteer Camping), mengikuti jalur air Curug Citiis.
Alhamdulillah… Pos I telah terlewati, saat tiba di Pos II pukul 17.41 WIB, dan masih mengikuti aliran sungai. Sejenak kami beristirahat, mengumpulkan tenaga sambil mengisi botol-botol minuman yang kosong, kemudian melanjutkan kembali perjalanan.
 Ditengah perjalanan bersiap mengunakan head lamp karena hari mulai gelap dan kabut mulai pekat. Akhirnya pukul 18.38 WIB sampai juga di Pos III. Terlihat berdiri sebuah tenda yang didiami beberapa relawan peduli Guntur, tertera tulisan menyambut kedatangan kami, “Pos Volunteer Camping Wajib Lapor”, di pos tersebut kami dan semua pendaki yang akan menuju puncak, wajib melapor, mengisi buku registrasi dan di Pos III ini merupakan sumber air terakhir.
Makan Siang plus Malam
Himbauan lewat  bannerGunung Bukan Tempat Sampah”, ditempel pada sebuah batu besar, dan disediakan juga karung-karung plastik bagi pendaki, yang tidak membawa trush bag. Berfungsi untuk menyimpan sampah mereka, selama di puncak. Di Pos ini, sudah menunggu empat orang rekan kami, sehingga jumlah tim semakin bertambah menjadi 23 orang, 10 wanita dan 13 orang laki-laki. Kami memutuskan Camp di sini.
Pukul 20.00 WIB, cuaca kembali cerah, memang tak bisa diprediksi cuaca di Guntur. Bulan bintang telihat menerangi gunung, bahagia bisa menikmati tebaran kerlap-kerlip lampu dari kota Garut. Kami bergegas mendirikan Tenda dibantu bang Ilman, dilanjutkan bersih-bersih, makan bersama dan beristirahat. Menu makan malam, ternyata cukup istimewa untuk level alam rimba, nasi putih, ayam bakar, tempe oreg, sarden, telur dadar dan susu jahe hangat, (Alhamdulillah… bisa sumringah kembali).

Sabtu, 16 Agustus 2014
Dingin dan segarnya air Curug Citiis, tak mengendurkan semangat kami menunaikan sholat subuh berjama’ah.
G. Cikuray terlihat dari kaki Guntur, Pos III.
Pukul 05.30 WIB, munculnya mentari semakin memperjelas pesona Guntur di Pagi hari. Padang savanna bagaikan permadani yang luas, berwarna kuning keemasan terhampar di sepanjang lembah menuju puncak. Ilalang yang tumbuh subur, pinus, cemara dan cantigi berjajar sangat cantik. Anggrek hutan dengan kelopak putihnya yang menawan serta dari kejauhan tampak dua sahabat, yaitu Gunung Cikuray menjulang lancip, kokoh menembus awan, Papandayan pun tak luput mengikuti. Subhanallah, Walhamdulillah Wallailaha illah, Wallahu Akbar. Sungguh cantik Negeri ini.
Baru beberapa jam, pesona alam Guntur telah banyak bercerita, menjadikan cermin untuk saya dan teman-teman bermuhasabah. Mengutip  firman Allah SWT dalam surat Lukman ayat 10 dan surat Ar-Rahman ayat 5-13 yang artinya yaitu :
 “Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan Dia meletakkan gunung-gunung (dipermukaan) bumi agar ia (bumi) tidak menggoyangkan kamu, dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk bergerak yang bernyawa di bumi. Dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.” (Qs. Lukman : 10)
 “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan, dan tetumbuhan dan pepohonan, keduanya tunduk kepada-Nya. Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan itu, agar kamu jangan merusak  keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu. Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk-Nya. Di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”. (Qs.Ar-Rahman:5-13).
Allah SWT menganugerahkan Indonesia, alam yang kaya, subur dan indah. Namun penebangan pohon, penambangan pasir liar, penjarahan fauna dan flora langka yang di lindungi masih saja dilakukan. Bahkan sampah yang di tinggalkan pendaki di gunung atau hutan juga menambah panjang deretan masalah, penyebab semakin rusaknya alam. Bersyukur, disini masih ada sekumpulan manusia yang peduli kelestarian alam dialah Volunteer Gunung Guntur.
Pendaki bergerak menuju Puncak
Siang ini, tak banyak aktifitas yang kami lakukan di Camp, menikmati segarnya air Citiis, membantu menyiapkan santap siang, beribadah, dan berbincang-bincang sambil melihat pendaki yang tak henti-hentinya berlalu-lalang naik dan turun puncak Guntur, setelah mereka melapor kemudian mengisi air, lalu meneruskan perjalanan ke puncak.
Layaknya Hajatan besar, Guntur didatangi banyak pendaki hari ini, seolah mereka juga tak ingin ketinggalan melewati moment tujuh belasan di puncak. Semakin siang, cuaca semakin terik, panas membakar kulit. Salut untuk para pendaki yang memulai pendakian ke puncak, pada siang hari. Tentunya butuh perbekalan air banyak dan stamina prima untuk sampai kesana.
eksperimen bang fikar


Nikmatnya makan bersama
Terlihat Bang Ikar, sibuk menyiapkan menu spesial siang ini, Nasi putih, Capcay, Telur dadar, kerupuk dan cemilan Jamur goreng Crispy, cuci mulutnya buah pir, lagi-lagi saya tertegun sungguh istimewa menu pendakian kita kali ini, namun lambung rasanya tak mampu banyak menampung makanan, proses penyesuaian dan ‘panggilan alam’ sulit diabaikan. Hee…
Sorenya, Bang Ikar mencoba menu baru Pizza toppings Jantung Pisang, sepertinya kekayaan alam Guntur ingin dieksplornya, “silahkan dicoba tapi jangan di hina ya…”, ujarnya. Walau rasanya asin, tapi nyatanya habis, antara doyan sama lapar beda tipislah,hee…







Ahad, 17 Agustus 2014
Pukul 00.00 wib, tim memulai pendakian ke puncak. Seluruh barang bawaan kami tinggal di Pos III, hanya perlengkapan yang di butuhkan yang kami bawa. Jaket, sarung tangan, syal, head lamp, trekking pole, dan perbekalan kecil di dalam day pack. Udara terasa dingin dan kabut juga bertambah pekat, rasa kantuk dan lapar seolah terlupakan karena ketegangan untuk pendakian.
Setelah berdo’a bersama, kami memulai pendakian menuju Puncak I membawa Sang Merah Putih berkibar di Puncak tertinggi Guntur, Pemegang Panji Bang Apul, yang lainnya berjaga-jaga ditiap sisi barisan.
Trip menuju ke puncak sangat ekstrim, pandangan yang terbatas karena pekatnya kabut, konsentrasi harus selalu terjaga, waspada kalau-kalau ada reruntuhan bebatuan yang datang dari atas, belum lagi terjal dan tingkat kemiringan gunung mencapai 60 derajat, sehingga memperberat langkah.
Persiapan upacara
Agak licin di beberapa jalur, karena bebatuan bercampur kerikil dan pasir yang mudah rapuh bila diinjak, sering kali saya terjerembab dan kerikil itu masuk di sela sepatu. Pukul 03.15 WIB akhirnya sampai di pos bayangan. Terasa sekali gunung ini masih aktif, bisa dilihat dari asap yang keluar disela-sela bebatuan, tanah yang kami sentuhpun terasa panas, kontras sekali dengan udara dingin yang mengigit. Beberapa pendaki juga ada yang Camp disini, padahal cadangan air yang mereka miliki tidak banyak. Kami memutuskan untuk beristirahat sejenak, berkumpul di antara tenda pendaki.

Pukul 04.00 wib, mulai melanjutkan perjalanan menuju puncak I, trip sudah mulai datar dan landai. Vegetasi tanaman sudah jarang kami temui lagi, sesekali hanya ilalang, edelweis dan cantigi, kemungkinan kondisi permukaan tanah yang panas akibat aktifitas gunung yang masih aktif sehingga tanaman sedikit tumbuh disini. Pukul 04.50 WIB Alhamdulillah… kami sampai di puncak I, Gema Adzan Subuh melengkapi kebahagiaan kami, terharu bisa menginjakkan kaki disini. Tenda-tenda Pendaki juga sudah banyak berdiri. Setelah bertayamum, kami menunaikan sholat subuh berjama’ah di puncak I, nikmatnya sungguh luar biasa, kawan…

            Mendung berkabut, tak tampak sunrise. Pukul 05.30 WIB semua berkumpul, beberapa pendaki sudah mempersiapkan teknis upacara HUT RI. Ada yang bertugas sebagai pembawa panji Merah Putih, instruktur upacara, komandan upacara, Master of Ceremonies (MC), pembaca Pancasila, pembaca UUD’45, pembaca Teks Proklamasi, dirigen lagu kebangsaan dan mengheningkan cipta serta pembaca do’a.
           
Selesai upacara bendera
 Pukul 06.05 WIB, Upacara bendera dimulai. Khitmat , hening, haru dan syahdu. Kami disatukan di puncak ini, dalam rasa cinta yang sama, satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, berbaris hormat menghadap Sang Saka Merah Putih, menjadi bagian dari anak Bangsa, dalam kecintaan terhadap Tanah Ibu Pertiwi. Lelah dan letih perjuangan kami selama pendakian, bukanlah apa-apa bila dibandingkan dari perjuangan para Pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Sejenak kami tenggelam dalam do’a pengharapan kepada Allah Ta’ala untuk Indonesia, semoga kedepan menjadi bangsa yang maju, lebih baik dan merdeka dalam makna sebenarnya. Terlepas dari intervensi asing, terbebas dari hutang piutang,  korupsi, kemiskinan, penjajahan dan sebagainya.


Dukungan untuk Palestina
Selesai upacara, saling memberi selamat dan banyak yang mendokumentasikan kebahagiaannya, berfoto dengan sang Saka Merah Putih, panji-panji komunitas, menuliskan pesan untuk orang-orang tercinta yang sudah mereka persiapkan lewat secarik kertas, ada juga himbauan Semangat dan dukungan untuk Rakyat Palestina.

G. Papandayan terlihat dari puncak I 
Pukul 07.00 WIB, pendakian kami lanjutkan ke Puncak II. Bila berjalan santai hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai kesana. Tak berbeda jauh dengan puncak I, di puncak II pun ramai dengan pendaki yang juga mendokumentasikan moment bahagia ini, dengan panorama jauh terlihat lebih luas dan tinggi, dibandingkan dengan puncak I. Kumpulan awan putih bergerombol menutupi kota Garut. Dua sahabat, Cikuray dan Papandayan terlihat kecil. Ingin rasanya melanjutkan pendakian ke Puncak III namun hari sudah siang, melepas rindu juga telah tertunaikan dan kami harus bergegas turun.
Turun 'Sosorodotan'
G. Cikuray terlihat dari puncak I
Saat turun, ternyata belum habis kami menikmati kejutan yang di suguhkan Guntur, walau tidak terlalu melelahkan, sensasi turun melewati jalur berpasir dengan tingkat kemiringan lereng begitu merepotkan. Terkadang kami harus meluncur bebas diatas pasir, bahasa sundanya “sosorodotan” (main perosotan), menyeimbangkan tubuh dengan berpegang pada pinggiran ilalang dan tetap waspada terhadap reruntuhan bebatuan yang jatuh dari atas. “Awas batu.. batu… minggiiiir!!” teriakan pendaki memberi tahu kami saat turun atau naik ke puncak. Sampai di Pos III, kami bergegas Packing. Pulang dengan melalui jalur sebelumnya dan menaiki truk pasir ‘super ekstrim’ lagi. Berpamitan dan bermaafan, kami menutup pertualangan ini. Pulang ke daerah asal dan melanjutkan rutinitas kembali.


        
Sampai Jumpa Guntur
    Alhamdulillah… atas segala rencana indah ini, tak menyangka kami berempat akhirnya bisa membayar kerinduan, bertemu Guntur. Selama pendakian banyak hikmah yang dipetik, pengalaman dan juga bertambah teman-teman baru, dari perorangan
sampai komunitas yang sebelumnya tak kami kenal, kemudian Allah satukan dalam tiga hari pendakian.
Teringat saat berada di puncak I saya pun juga tak luput mendokumentasikan kebahagiaan, lewat sebuah banner ucapan, untuk HUT RI ke-69 tahun dan Milad  Relawan RZ cabang Bekasi ke-3 tahun, Relawan RZ cabang Bekasi usianya memang masih Balita. Layaknya bayi belum bisa apa-apa, membutuhkan bantuan, dan berada pada fase belajar berinterasi, belajar komunikasi dan belajar mandiri.
Tahun demi tahun terlewati, bergabung di lembaga ini (red : Relawan RZ), dan berkontribusi di cabang Bekasi, malu rasanya berbangga memakai atribut ‘Relawan’ tapi belum banyak karya dan usaha yang saya lakukan, untuk kebaikan diri dan orang sekitar.
Happy Milad Relawan RZ Bekasi
Berharap, dan tak bosan berharap, semoga hikmah perjalanan ini menjadi cambuk motivasi, pompaan semangat diri semakin mencintai dan merawat Negeri ini. Negeri Indonesia, Tanah air beta, Tanah pusaka lewat karya dan usaha kita, salah satunya melalui lembaga-lembaga kemanusiaan, peduli sesama dengan berbagi kebaikan lewat aksi kerelawanan.
Mengutip ucapan John F. Kennedy, “Jangan tanyakan apa yang Negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada Negaramu!”. Happy milad Indonesia dan Relawan RZ Bekasi, Tak lupa diakhir kenangan ini, saya ucapan terimakasih dan rasa syukur kepada Allah SWT, orang tua tercinta, Gunung Guntur dengan kekayaan Alam beserta dua sahabatnya, Srikandi Tangguh (Lisa, Meysa dan Yuniar), Komunitas Pendaki Jabodetabek yang sudah mengantarkan kami dengan sehat dan selamat : Bang Hilman, Bang Encek, Bang Fikar , Yosi, Bang Syaiful/Ipul, Yudi, Bowo, Bunda, Ika, Mba Jul, Desi, Rani, Bang unet, Sigit dan semuanya. Salam Lestari. Salam Rimba. Save Palestine. Tetap Semangat Bahagiakan Ummat, Allahu Akbar!. **Nurannida, Bekasi 25 Agustus’14