Minggu, 22 November 2015

Membuang sampah pada tempatnya itu mudah.



Bekasi (22/11), memanfaatkan moment Car Free Day (CFD) yang hanya beberapa jam untuk aksi kerelawanan merupakan kesempatan yang sering kami lakukan, karena disana terdapat banyak orang berkumpul, ada yang berolahraga, makan-makan, berniaga, rekreasi bersama keluarga dsb. Jalan-jalan protokol yang awalnya terlihat bersih, beberapa saat setelahnya biasanya berubah kotor, sampah terlihat disana-sini. Ada  bungkus makanan, pamflet/brosur, botol-botol bekas minuman, sedotan, kardus rokok dan puntungnya, ceceran sisa-sisa makanan dsb. Dimana banyak orang berkumpul, selalu menyisakan sampah dimana-mana, tak terkecuali event CFD.

Pemerintah Kota Bekasi sudah tanggap akan hal tersebut, dengan menyiapkan bapak-bapak dari dinas kebersihan yang siap membersihkan jalan setelahnya, dan sekitar belasan tempat sampah besar juga telah disiapkan, diletakkan pinggir-pinggir jalan. Tapi tetap saja, ada sebagian oknum yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

Untuk aksi kerelawanan kali ini, kami mengajak/menghimbau pengunjung CFD untuk peduli akan sampahnya dan sampah-sampah yang ada di sekitarnya, memungut dan kemudian membuang pada tempat yang sudah disediakan. Bersama 17 orang relawan, 10 orang Relawan RZ Bekasi, 3 orang Bekasi clean action, 2 orang adik-adik Koppaja dan 2 orang sukarelawan dari pengunjung CFD, kami berjalan mengitari area CFD, ada yang berorasi, ada yang membawa trash bag, ada yang memunguti sampah dan ada yang membawa poster himbauan.

Alhamdulillah… responnya baik, banyak pengunjung yang membantu kami, mau beranjak dari tempat duduk ikut membuang sampahnya dan memunguti sampah disekitarnya, bahkan ada seorang bapak usianya sekitar 50 tahunan yang meminta trash bag dan sarung tangan ingin ikut membantu. Aksi pungut sampah dan orasi, kami lakukan sekitar satu jam, terkumpul 10 trashbag. Sebenarnya membuang sampah pada tempatnya itu mudah, membuang sampah pada tempatnya itu gampang, asal kita niat dan mau melakukannya. Apalagi sudah mau memasuki musim penghujan, baru hujan beberapa jam saja sudah berdampak ada wilayah yang banjir, karena saluran air yang tersumbat sampah atau area resapan air yang sudah menjadi bukit sampah. Mengutip berita, dari Kementrian Lingkungan Hidup, tingkat pencemaran lingkungan akibat sampah di Indonesia ibarat kangker stadium IV, yang harus segera di amputasi, harus dikelola dengan mesin pengelola sampah kapasitas satu ton, karena jumlahnya yang sangat banyak dan pengelolaannya juga harus baik.

Ayo kita buang sampah pada tempat yang telah disediakan, kita awali dari diri sendiri dan mengajak orang disekitar kita. Peduli akan lingkungan, peduli akan kelestarian alam. Ada yang mengatakan, “Bahwa ketulusan dan rasa bersyukur adalah modal bagi manusia, agar alam ini selalu lestari”. (Nurannida)

Jumat, 06 November 2015

Silaturahim

Sepekan yg lalu (30/10/15). Kami (sy, dwi dan meiga) mengunjungi bang Fahrul rozy, salah satu relawan rz pekan baru, yg sdg menjalani perawatan kedua matanya di rumah singgah (RSCM KIRANA Unit kesehatan mata). Walaupun mata kirinya telah divonis mengalami kebutaan, slain itu perlu penyembuhan yg panjang krn ada kerusakan dipermukaan kornea, salah satu penyebabnya Musibah Asap. Dan mata kanannya jg mengalami Glaucoma, hingga sprti mengintip di lubang kecil melihat kami.

Beliau menyambut kami dgn senyum dan guyonan yg kadang kala menyelinap disela2 obrolan.
Seperti sudah lama akrab, padahal ini kali pertama kami bersua scara lgsg dan mengobrol.

Senyum tak putus2 trsungging dibibirnya.

Sdh byk buku yg dibacan u/membunuh kebosanan selama 2 bulan ini yg ia rasakan, walau kdg trtatih2 rela naik turun tangga rumah singgah, lantai 4 u/ menuju ke pasar cikini mendapatkan buku.

Tegar dan Tabah.
Byk bersyukur.

Silaturahim singkat, membawa byk hikmah bagi kami.

Kamis, 05 November 2015

Apa yang salah dengan Volunteer?

Oleh: BUTET MANURUNG
PENDIRI DAN DIREKTUR SOKOLA-LITERASI DAN ADVOKASI UNTUK MASYARAKAT ADAT INDONESIA‎

”Kamu perempuan, lahir dan besar di Jakarta, sekolah tinggi, kenapa mau bekerja keluar-masuk hutan hanya untuk orang-orang seperti mereka?”

Begitu pertanyaan yang sering saya dapatkan selama tak kurang dari 15 tahun terakhir ini. Tidak ada jawaban yang memuaskan mereka. Setiap jawaban malah melahirkan pertanyaan baru.

”Memangnya di kota tidak bisa berarti?”

”Di hutan, kan, tidak ada mal, sinyal telepon, teve, internet, bakso?” Atau, ”Hobi, ya, hobi, pekerjaan itu pekerjaan, tidak bisa disatukan!” Lalu, ”Tidak takut binatang buas, kena malaria, diperkosa, atau bertemu setan?”

Bekerja di kota, di mana banyak orang berkompetisi memperebutkan sedikit kesempatan, yang tak jarang hanya demi kesenangan dan memuaskan pancaindra semata, sampai-sampai harus sikut kanan-sikut kiri, bagi saya justru lebih menakutkan dibandingkan kemungkinan bertemu binatang buas di hutan. Tapi, kenyataannya, pekerjaan di kota memang menjadi incaran banyak orang. Teramat banyak sehingga kantor-kantor itu harus menyeleksi calon karyawannya habis-habisan dengan berbagai persyaratan. Pada situasi ini tampak sekali kalau kita yang memburu pekerjaan, bukan pekerjaan yang membutuhkan kita.

Masih ingatkah bagaimana rasanya langkah jadi ringan dan senyum terkembang seharian setelah bantuan kecil yang kita lakukan tulus untuk orang lain? Misalnya, setelah membantu seorang nenek menyeberang di jalanan yang ramai penuh mobil, atau saat membantu anak tetangga yang kesulitan menyelesaikan pekerjaan rumahnya?

Sulit digambarkan perasaan saya ketika mendengar kata pertama yang berhasil dibaca oleh murid saya, lalu di lain waktu melihatnya membantu orangtuanya di pasar menghitung hasil penjualan produk hutannya. Bantuan kecil kita bisa jadi besar maknanya bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Saya merasa dibutuhkan. Butuh dan dibutuhkan menghasilkan perasaan yang berbeda. Letaknya jauh di kedalaman hati, membuat kita merasa berharga, menghargai hidup dan akhirnya bersyukur.

Kerja suka dan rela

Orang banyak mengatakan kegiatan ini sebagai voluntary service. Voluntarybiasa diterjemahkan sebagai sukarela, sedangkan service dalam makna luas berarti pelayanan, bakti, jasa, atau pengabdian. Maka, mari kita artikanvoluntary service sebagai pekerjaan (kalau memang disebut pekerjaan) yang dilakukan bukan hanya dengan penuh suka, juga rela; bukan untuk mencari keuntungan pribadi, tetapi memberi apa yang kiranya dibutuhkan orang.

Indonesia punya 13.000 lebih pulau dan tak kurang dari 250 juta jiwa penduduk. Dengan luas hampir 2 juta kilometer persegi, tentu ada banyak peluang yang terbuka. Apalagi kalau kita baca surat kabar, rasanya tak pernah selesai persoalan di negeri ini.

Bagaimana kita bisa terlibat?

Kita hanya perlu lebih banyak melihat dan mendengar langsung. Langsung itu artinya dari luar layar monitor HP, tablet, atau laptop-mu! Ada banyak hal yang tak berada di tempatnya. Datang ke sana, diam, dan amati dengan rendah hati. Rendah hati artinya kita datang dengan pertanyaan, bukan jawaban. Sekalipun ada perasaan dibutuhkan, kita datang bukan untuk jadi pahlawan, bukan untuk menggurui, tapi mempelajari, mengenali, sambil mencari apa yang bisa kita bantu. Lalu biarkan hatimu mengatakan apa yang harus kamu lakukan.

Konon, ada tiga kekuatan dahsyat, mengutip Pramoedya dalam novelnyaRumah Kaca, ”Orang bilang ada kekuatan-kekuatan dahsyat yang bisa timbul pada samudra, pada gunung berapi, dan pada pribadi yang tahu benar akan tujuan hidupnya.” Saya setuju. Sekali kita menentukan tujuan, biarkan ia jadi kekuatan yang menggerakkan.

Ada lagi model pertanyaan yang sering saya jumpai, ”Kak, saya suka bertualang, saya juga ingin mengajar di rimba, tapi saya takut gelap. Bagaimana, ya?” Atau, ”Kak, saya sangat ingin mengajar anak-anak jalanan, tapi orangtua ingin saya jadi PNS.” Menghadapi pertanyaan itu, saya biasanya senyum-senyum saja. Atau kalau sudah terpojokkan, saya bilang, ”Bereskan dulu tapi-mu, ya, setelah itu baru kita ngobrol lagi.”

Rasanya sulit menumbuhkan kekuatan pikiran dan hati kita kalau kita sendiri sudah membatasi diri kita dengan banyak ”tapi”. Akan selalu ada alasan kalau kita fokus pada kalimat di belakang kata ”tapi”. Karena bisa dibayangkan apa yang akan terjadi, bukan? Bahwa dia tidak (akan) berusaha ke rimba atau apa pun mimpinya karena dia punya banyak ”tapi”. Bagaimana kalau kalimat ”tapi” itu kita balik? ”Kak, sebenarnya orangtua saya ingin saya jadi PNS, tetapi saya sangat ingin mengajar anak-anak jalanan.” Dan, ”Kak, saya itu sangat takut gelap, tapi saya suka bertualang dan ingin mengajar di rimba!”

Bekerja, apa pun itu, termasuk pekerjaan sukarela, menurut saya selalu dimulai dari menghargai diri sendiri, menghormati hidup kita sendiri. Bahwa kita begitu berharga, bermanfaat, dan berarti, sehingga kita ingin membagikan anugerah yang kita punya kepada orang lain melalui segala daya dan kreativitas. Melalui penghargaan kepada diri sendiri, kita akan menemukan banyak hal menarik dan berguna yang bisa dilakukan. Ini memang terlihat seperti pengabdian terhadap orang lain. Tapi tidak, karena sebenarnya kita mengabdi kepada kemanusiaan yang sejati.

Menghargai diri sendiri

Pertanyaan yang lain, ”Saya ingin bergabung. Saya ingin bekerja sosial, mungkin satu atau dua tahun, tapi setelah itu saya akan bekerja serius. Saya tak munafik, hidup tentu butuh uang.”

Kalau memang begitu, mengapa tak bekerja serius dulu sampai punya cukup banyak uang lalu baru bekerja sosial sehingga tidak perlu lagi mencemaskan keuangan? Satu hal yang mengganjal, bahwa sering kali kerja sukarela tidak dianggap sebagai pekerjaan serius. Mungkin karena pekerjaan serius itu didefinisikan sebagai rutinitas kantor dari Senin sampai Jumat, berpakaian rapi, dan segala formalitas lainnya. Padahal, kerja sukarela tak kalah seriusnya, sama-sama menguras pikiran dan tenaga. Hanya karena formalitas yang berbeda, bukan berarti keduanya berlawanan.

Bagaimana dengan uang? Jutaan rupiah yang sudah habis untuk biaya sekolah, ditambah lagi tahun-tahun yang telah dilewati dengan penuh harap, sering kali dianggap sebagai piutang yang pada saatnya nanti harus bisa dipetik hasilnya. Setidaknya balik modal, syukur- syukur kalau bisa kembali dengan berlipat ganda. Ah, mari berhenti menyogok masa depan. Sekolah tidak ada hubungannya dengan banyaknya gaji yang akan kita terima. Demikian halnya prestasi (achievement), tidak selamanya diukur dengan uang.

Teman saya, lulusan S-2 dari universitas negeri di Jakarta yang juga bekerja di hutan, pernah ditanyai seorang wartawan yang berkunjung ke rimba dengan penuh apriori, ”Berapa gaji yang kamu terima untuk pekerjaan gila seperti ini? Kalau tidak besar, mana mungkin ada yang mau?”

Teman saya menjawab dengan jengkel, setengah bercanda, ”Kalau untuk mencari banyak uang, saya mendingan piara tuyul saja, Pak, bukan bekerja seperti ini. Uang bukan tujuan saya.” Si penanya tentu tidak puas, tetapi bagaimana menjelaskan keindahan lautan kepada orang yang tidak pernah tahu apa itu laut.

Lagi-lagi memang kembali kepada tujuan dan keberanian kita menjalani tujuan itu. Keberanian untuk menjadi berbeda dengan ribuan orang yang mengantre pekerjaan di kota. Pikiran-pikiran kami sering dianggap ajaib oleh kebanyakan orang. Sering juga setelah beberapa waktu bercakap-cakap mereka seperti disadarkan bahwa mereka juga ingin punya perasaan-perasaan seperti itu: melakukan hal yang disenangi, merasa bermanfaat.

Kekayaan batin akan senantiasa membuat kita bergairah. Namun, tentu gairah akan berlipat ganda kalau kita bisa memberi manfaat bagi orang lain.

Kerja sukarela tak hanya bisa dilakukan di hutan, di dunia politik, atau di medan perang, tapi bisa di mana pun. Tidak perlu bermimpi menyelamatkan bumi karena itu tugas Superman dan James Bond. Tak juga harus baik hati selemah Cinderella yang mengharap uluran Ibu Peri karena yang kita perlukan justru kekuatan dan keberanian. Tidak juga sibuk cari pengakuan atas yang kita lakukan karena yang kita cari adalah penghargaan kita terhadap diri sendiri. Tidak juga harus mengikuti petunjuk orang-orang terkemuka yang seolah berhati peri karena dalam beberapa kasus yang menumbalkan rakyat negeri ini ternyata malah didalangi mereka. Tak juga harus sepakat dengan saya.

Seperti kita tahu, setiap orang memiliki ketertarikan, prioritas, dan kemampuan sendiri-sendiri. ”Jadilah diri sendiri”, sering sekali dikumandangkan di mana- mana. Sekali lagi, taruh gadget- mu, lihat lekat-lekat dunia di luar sana, lalu dengarkan hatimu. Sebab, kita perlu menghargai hidup yang hanya sekali ini. Bayangkan jika suatu hari, di usia 75 tahun, tiba-tiba kita merasa hampa dan baru tersadar bahwa kita belum melakukan apa-apa untuk menghargai satu kali hidup kita.

Senin, 02 November 2015

Orientasi dan Pradiksar Relawan RZ Bekasi, "Relawan itu harus Berani, sabar, ikhlas dan dibungkus dengan tawadhu"



Proses Open Rekrutmen Calon Relawan RZ tahap demi tahap terlewati, tahapan orientasi dan pradiksar yang tahun sebelumnya selalu kami pisah, kini kami rangkum menjadi satu rangkian acara, dua hari satu malam, Sabtu (31/10) dan Minggu (01/11), adalah rangkaian tahap Orientasi dan Pradiksar Relawan RZ Bekasi. Di hadiri oleh 13 orang Calon Relawan dan 21 Relawan RZ Bekasi. Acara berlokasi di Bascam Relawan RZ Bekasi, diawali dengan Pembukaan, Tilawah, Saritilawah, menyanyikan Mars RZ dan sambutan dari Kordinator Relawan RZ Bekasi, saudara Ramdhani.
Kemudian dilanjutkan dengan Materi I tentang Kerelawan, mengupas RZ dan Relawan RZ, yang disampaikan oleh Bapak Budiman, beliau adalah konsultan ZA RZ Bekasi, Relawan Angkatan I di Bekasi, dan diksar angkatan ke III di Bandung. Materi I, berisikan tentang apa itu relawan, tujuan menjadi relawan,  sejarah lahirnya Relawan di RZ, Sejarah lahirnya RZ (DSUQ, RZI, Rumah Zakat dan RZ) dilengkapi pula dengan photo-photo. Menurut bapak Budiman, Relawan merupakan ujung tombak dari lembaga RZ, dimana peran relawan sangat menentukan perkembangan RZ menjadi pesat dan maju seperti sekarang ini.Setelah materi, dilanjutkan dengan pemutaran video aksi Relawan RZ senusantara, ada kisah relawa ninspiratif dari mas Achmad Budi Santoso, anak SD Juara, Relawan RZ Pekanbaru dan Makassar.
Setelah cukup beristirahat, pukul 03,00 wib acara dilanjutkan dengan Shalat Qiyamul lail berjama’ah yang dipimpin oleh Zulkifli Akbar (Relawan RZ Bekasi, aktif), kemudian shalat subuh berjama’ah dan dilanjutkan dengan Tausiyah pukul 05.00 wib, oleh ustad. Abdul Latief, beliau dahulu amil dan sekaligus Relawan RZ Bekasi. Menurut pak Al (kami biasa menyapa), Relawan itu harus memiliki jiwa dan semangat yang berani, hati yang sabar, ikhlas dan juga di bungkus dengan tawadhu (Rendahhati). Acara kemudian dilanjutkan dengan olahraga, Apel Pembukaan, lalu sarapan pagi dan bersih-bersih.

Pukul 07.30 wib, dilanjutkan dengan Materi II, tentang PPGD (PertolonganPertamaGawatDarurat), yang disampaikan oleh Prasetyaningsih dan Uly Munthoifah (Relawan RZ Bekasi, aktif). Materi berisikan tentang Pengenalan dasar PP (Pertolongan Pertama), tujuan, tindakan pelaku PP, alat-alat PP dan APD (Alat Pelindung Diri), selain itu juga ada pengenalan tentang Pembidaian, alat-alat bidai dan simulasi pembidaian serta Tanya jawab. Kemudian pukul 10.00 wib, dilanjutkan dengan materi III tentang Manajemen Perjalanan yang disampaikan oleh Febri Yoga (Relawan RZ Bekasi, aktif).

Materi berisikan bagaimana kita mengelola perjalanan yang telah kita rencanakan agar dapat berjalan secara efektif dan efisien. Mulai dari Prapelaksanaan, Pelaksanaan sampai Pasca pelaksanaan. Persiapan mengali informasi data lokasi, persiapan SDM, Perlengkapan dan Peralatan sedetail-detailnya, sampai kepada evaluasi dan publikasi setelah pelaksanaan perjalanan. Kemudian dilanjutkan dengan simulasi pembuatan bivack dan pemutaran video tentang survival. Setelah sholat dhuhur berjama’ah, acara dilanjutkan dengan Apel penutup, dokumentasi dan ramah tamah, antara calon Relawan dan Panitia.

Alhamdulillah rangkaian kegiatan Orientasi dan Pradiksar Calon Relawan RZ Bekasi tahun 2015 berjalan lancar dan khitmat, walau warnai dengan suasana duka yaitu meninggalnya adik Salsabila Nafida (4 bulan), salah satu keponakan dari Kang Herry dan Bundo Evi (Pasang suami istri Relawan) yang rumahnya tidak jauh dari Bascam Relawan RZ Bekasi. Sholat jenazah, ta’ziah, mengantarkan sampai proses pengkuburan, yang hanya bisa kami lakukan. Berharap semoga  Allah SWT berkenan melapangkan kuburnya, berada disisinya pada tempat yang terbaik dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi keikhlasan, kesabaran dan ketabahan, aamiin. Selamat jalan adik Salsabila Nafida. **Nurannida

"Examination Vital Sign", Relawan RZ Bekasi



Bekasi.Ahad, 11 Oktober 2015, Relawan RZ Bekasi bersama Cita Sehat Foundation (CSF) RZ Bekasi bersinergi dalam Kampus Relawan mengangkat tema kesehatan yaitu “Vital Sign Examination”, kegiatan dilaksanakan di halaman Bascam Relawan RZ bekasi pukul 10.00 – 14.00 WIB,  Alhamdulillah… dihadiri relawan dan calon relawan, berjumlah 27 orang. Acara diawali dengan pembukaan, tilawah oleh kang Heri, sambutan oleh koordinator Relawan RZ Bekasi, Ramdhani. Kemudian dilanjutkan penyampaian materi oleh dr. Dessy Irdayani (Dessy), yaitu tentang Pemeriksaan Tanda-tanda vital atau lebih dikenal dengan Vital Signs.
Vital sign merupakan pengukuran fungsi tubuh yang paling dasar untuk mengetahui tanda klinis, dan berguna untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit dan berfungsi dalam menentukan perencanaan perawatan medis yang sesuai. Ada 4 utama secara rutin di pantau oleh paramedis, penyedia layanan kesehatan ataupun relawan yang sudah dilatih dalam bidang ilmu tersebut, yaitu suhu tubuh, denyut nadi, frekwensi pernafasan dan tekanan darah. Oleh karena itu diperlukan persiapan alat untuk pemeriksaan pengukuran tanda-tanda vital yaitu Tensi Meter boleh Tensi meter jarum, air raksa dan digital, thermometer, jam tangan yang jarum detik, stetoscope dan alat tulis.Setelah perkenalan dan penyampaian materi, acara, di jeda dahulu dengan sholat dhuhur berjama’ah.
Acara lalu dilanjutkan dengan praktek secara langsung cara mengukur tekanan darah, suhu, pernapasan, denyut nadi, dibimbing oleh dr. Fahwan Azumi (Awan). Di mulai dengan membersihkan tangan kita, menanyakan nama orang yang akan kita tensi dan membuatnya serelaks mungkin, kemudian menyingsingkan lengan baju yang akan diperiksa, memasang manset 2,5 cm diatas fossa cubiti, memasang manset tidak terlalu erat atau longgar, menutup skrup balon karet, membuka kunci reservoir, letakkan tensimeter di tempat yang datar, meraba arteri brachialis dengan 3 jari tengah, meletakkan bagian diafragma stetoscope diatas  fossa cubiti, memompa balon sehingga air raksa dalam reservoir naik, dan sampai denyut arteri brachialis tidak teraba, perhatikan pada waktu melihat skala mata setinggi skala tersebut, buka scrup balon perlahan, dengan kecepatan 2-3 mmhg perdetik, sambil melihat skala dan mendengarkan bunyi detik pertama (Systole), dan bunyi tersebut tidak terdengar lagi  (Diastole), menurunkan air raksa (jika tensimeternya air raksa) sampai dengan 0 (nol), lepaskan manset, kunci reservoir, dan masukkan kembali kedalam tensi meter, dan melakukan pendokumentasian atau pencatatan.
Selesai materi dan praktek daridr. Dessy dan dr. Awan, perwakilan ikhwan dan akhwat relawan maju melakukan simulasi kembali dari ilmu yang sudah disampaikan, kemudian di evaluasi bersama oleh kedua dokter.
Alhamdulillah banyak hikmah ilmu danpengalaman yang didapat dari kampus relawan.Diharapkan relawan rz bekasi siap, dan menjadi lebih baik, sebagai relawan yang memiliki keahlian salahsatunya di bidang kesehatan dalam kontribusinya di masyarakat.
Oleh karena itu, untuk kamu yang berjiwa muda dan ingin berbagi pada sesama, mari bergabung dengan kita, RelawanRZ #AyoJadiRelawan. **Nurannida