Jumat, 07 Desember 2012

Cinta atau Benci


“bila hati bersemi.... bila cinta itu berbunga”
“bila hati itu retak... bila cinta itu pupus...”

Lagi – lagi cinta mengisi cerita, dunia tanpa cinta seperti sayur tanpa garam.., lho kok bisa? ya bisa, itu kata buku yang judulnya ARMANUSA lho, sedikit review, kisahnya tentang seorang putri raja yang mencari cinta sejati, ada kutipan puisi indah didalamnya,
 “Cinta Adakah yang mampu menandingi cinta??
Bila emas yang paling berharga didunia
Setiap orang pasti membutuhkannya
Tak peduli maharaja atau pengemis yang papa
Tapi sang maha raja tak membutuhkan emas
Oleh sebab harta karunnya tlah melimpah ruah
Tetapi siapa yang dapat menolak garam
Yang dibutuhkan setiap hari, setiap hadirnya masakan
Tanpa garam, tak ada kelezatan
Tanpa cinta, tak ada kehidupan”
 Bila tak ada emas maka kita bisa menggantinya dengan berlian, intan, zambrud atau barang berharga lainnya tapi dapatkah kita mengganti garam?(hmmm... tentu jawabnya Tidak toh?) gula/cuka/cabai, tentu berbeda rasanya dengan garam. Jadi, sebuah fakta bila Cinta ternyata ada kaitan dengan Garam (he...).
Cinta atau benci, awalnya cinta tak berbalas kemudian benci, awalnya benci namun terimbas kemudian tumbuh jadi cinta, tipis sekali batasnya, seperti jari telunjuk dan jari tengah saling berhimpit, tak berjarak. Rasa cinta bisa jadi benci, rasa benci bisa jadi cinta... (aneh bin heran, tapi memang begitu ). Bila kita review tentu sudah banyak cerita - cerita benci karena cinta ataupun sebaliknya, tak perlulah dijabarkan siapa & bagaimana cerita – cerita tsb.
Nah, ini biasa yang dapat dilihat kalau orang sedang dilanda cinta atau benci, walau rasanya berbeda, sebenarnya sama (red:cinta/benci) yaitu:
1.   Resah/galau/jenuh/bete, walaupun keadaan sekeliling berbeda (menyenangkan).
2.    Semangat bisa naik bisa juga menurun
3.    Tidak fokus/pikiran bercabang
4.    Napsu makan bisa naik bisa juga turun
5.    Mencari ‘pendengar’, untuk curhat.
6.     Emosi sulit dikendalikan bahkan terkadang berlebihan (Tertawa/menangis).
7.    Sensitifnya berlebihan, apa saja slalu dihubung – hubungkan dengan diri.
8.   Kalau tak kuat iman bisa melakukan hal - hal diluar kewajaran ( Nekat!!!, ini yg ghaswaat...)
Terus, cinta yang bagaimanakah yang akan kita rangkai atau kita rajut?, tentu pengennya cinta yang sebenar - benarnya cinta (hakiki/sejati), tak menuntut, tak meminta (nrimo juga legowo kalau versi jowo, he...), cinta apa adanya tak dibuat - buat, tak dipaksa, mencintai kelebihan plus kekurangan bukan seperti istilah “klo abang ada uang ku sayang, klo ngga ya ta’ tendang”, cinta seharusnya senang bila si dia bahagia walaupun bukan dengan kita akhirnya, karena cinta tak harus memiliki dan dimiliki... (penulis tak memungkiri bila kalimat ini terkesan sedikit sok ikhlas, sok idealis tapi namanya manusia tentu butuh proses sampai ketahapan itu dan tetap harus disampaikan walaupun berat). Kadang putaran kisah hidup ini diwarnai bumbu – bumbu penguji cinta, bila teruji maka loloslah ikatan itu menjadi lebih kokoh dan kuat, namun bila gagal maka rasa benci atau sakit hati bahkan dendam yang akan diingat dari sebuah awalan yang bernama “CINTA”.
Cinta terhadap seseorang bukanlah hal tabu untuk dirasakan, bukanlah sesuatu yang harus dipendam atau dikubur bila kita merasa getaran itu dengannya, namun dalam bingkai Islam, rasa itu telah ditinggikan tingkatannya. Tak sembarang orang bisa meraihnya, tak sembarang hati bisa memilikinya, tak sembarang bibir ringan mengucapkannya (intinya ngga diobral lah atau bukan barang murah), karena Allah SWT telah mengatur cara – cara mendapatkan cinta itu secara indah, sehingga semakin indahlah seorang hamba merasakan cinta yang diperolehnya... mengapa sih Allah mengatur cinta? Karena cinta yang tak terbentengi dengan baik, ternodai oleh hawa nafsu semata seperti, karena ia cantik, manis, pintar, kaya, muda, tinggi, kurus, bangsawan, indo(hmmmm...), sempurna(paraahh,malaikat kalee..) dan alasan - alasan lainnya.
Padahal Rasulullah telah menunjukkan lebih mengutamakan si calon pasangan yang baik agamanya. (mengapa?) bila ia tak terbungkus dengan bingkai agama, maka kita telah membuka peluang syetan untuk bermain didalamnya (Nauzubillah minzalik.....) sehingga rasa benci pun dengan mudah dihembuskan oleh syetan, bila akhirnya tak terbalas dan bila terbalas pun hasilnya semu dan sesaat (Astagfirullah...). Cinta didasari bukan dengan kalimat “Karena, dia...” tapi baiknya didasari kalimat “Walaupun, dia...”.
Semoga kita menjadi bagian yang mendapatkan, menjaga, menempatkan dan menerapkan cinta sebagaimana Allah SWT telah mengaturnya. Semoga CINTA kita itu semakin Menguatkan dan dikuatkan Sang Pencipta CINTA, Aamiiiin..........
“Bila perlu waktu lama mendapatkannya, maka akan ku tunggu dengan segala rasa cinta ku kepada-Mu ya Rabb, karena ku tau Kau tak pernah lupa & salah memberinya kepada hamba-hambaMu yang sabar” (Nurannida** 07/11/11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar